Kopi asal Jawa Barat banyak dikenal dunia. Tapi belum banyak yang kenal ternyata ada kopi khas Cianjur.
Satu di antaranya kopi yang diproduksi berasal dari Kampung Sarongge Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur ini.
Tosca Santoso, inisiator kopi Sarongge mengatakan kepada Tribun Jabar, produksi kopi ini merupakan rintisan para petani kampung Sarongge.
Karena identik dengan nama kampungnya Sarongge, di mana kopi-kopi dihasilkan di lahan pertanian atau perladangan kampung tersebut, maka disebutlah produksi kopi itu sebagai Kopi Sarongge.
Sarongge adalah sebuah kampung kecil di kaki Gunung Gede. Berbatasan dengan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur, di ketinggian 1.000-1.600 mdpl.
Foto: infocianjur.com |
Petani kampung Sarongge umumnya menanam komoditi sayur mayur, buah-buahan diselingi kopi di batas ladang mereka.
Kopi yang ditanam di kampung sarongge ini adalah Robusta dan Arabica dari varietas Sigarar Utang, Andungsari, Lini S dan Typica.
Kopi Arabica dari Sarongge mempunyai cita rasa unik, memiliki rasa asam yang lembut (soft acidity), terkandung rasa buah-buahan (fruity) dan kekentalan (body) sedang.
Setelah diminum, sebagaimana umumnya rasa kopi itu pait, namun di kedalaman rasanya, ada rasa yang tertinggal (after taste) serasa buah segar dan setitik manis.
Dadang selaku petani kopi sarongge mengatakan cita rasa tersebut tercipta karena penanaman kopi yang tumpang sari dengan penanaman buah-buahan dan sayur mayur di sekelilingnya.
Adapun cita rasa ini pun ditunjang dengan pengelolahan yang ketat menjaga mutu, sejak awal penanaman, tanaman berkembang, hasil panen biji dipetik merah hingga pengolahannya menjadi kopi seduh.
Kopi yang ditanam di kampung sarongge ini adalah Robusta dan Arabica dari varietas Sigarar Utang, Andungsari, Lini S dan Typica.
Kopi Arabica dari Sarongge mempunyai cita rasa unik, memiliki rasa asam yang lembut (soft acidity), terkandung rasa buah-buahan (fruity) dan kekentalan (body) sedang.
Setelah diminum, sebagaimana umumnya rasa kopi itu pait, namun di kedalaman rasanya, ada rasa yang tertinggal (after taste) serasa buah segar dan setitik manis.
Dadang selaku petani kopi sarongge mengatakan cita rasa tersebut tercipta karena penanaman kopi yang tumpang sari dengan penanaman buah-buahan dan sayur mayur di sekelilingnya.
Adapun cita rasa ini pun ditunjang dengan pengelolahan yang ketat menjaga mutu, sejak awal penanaman, tanaman berkembang, hasil panen biji dipetik merah hingga pengolahannya menjadi kopi seduh.
Foto: PicBon |
Produksi kopi dijaga ketat untuk dapat menghasilkan kopi yang bermutu dan berkualitas, melalui sortir dan penelitian para petani yang telah terdidik sebagai petani kopi dan komoditi lainnya.
Ada dua jenis pengelolahan kopi sarongge, kopi diolah secara natural dan diolah basah atau full wash process.
Kopi yang diolah secara natural adalah kopi yang diproses melalui penjemuran langsung.
Kopi diolah mulai kopi berupa cherry yang baru dipetik, dijemur kurang lebih selama 15 hari, pengeringan hingga siap roasting dan pengemasan.
Sedangkan proses full wash adalah kopi yang diproses secara manual, kopi berupa cherry dirambang terlebih dahulu untuk disortir biji yang baik, dikupas daging buahnya (pulper), kemudian difermentasi atau direndam 12 jam, dijemur hingga kadar airnya 11-12 persen.
Setelah dijemur selama kurang lebih 5 sampai 7 hari, kemudian biji kopi siap roasting dan pengemasan.
Ada dua jenis pengelolahan kopi sarongge, kopi diolah secara natural dan diolah basah atau full wash process.
Kopi yang diolah secara natural adalah kopi yang diproses melalui penjemuran langsung.
Kopi diolah mulai kopi berupa cherry yang baru dipetik, dijemur kurang lebih selama 15 hari, pengeringan hingga siap roasting dan pengemasan.
Sedangkan proses full wash adalah kopi yang diproses secara manual, kopi berupa cherry dirambang terlebih dahulu untuk disortir biji yang baik, dikupas daging buahnya (pulper), kemudian difermentasi atau direndam 12 jam, dijemur hingga kadar airnya 11-12 persen.
Setelah dijemur selama kurang lebih 5 sampai 7 hari, kemudian biji kopi siap roasting dan pengemasan.
Foto: bukamata |
Karena iklim di kaki Gunung Gede sejuk, berkabut, dan matahari pun kadang tertutup oleh awan, maka kedua pengolahan fermentasi, penjemuran atau pengeringan dilakukan di green house, agar suhu dan asupan cahaya stabil.
Produksi kopi sarongge menjadi tanaman tahunan untuk menambah penghasilan petani dan membantu meningkatkan perekonomian warga sekitarnya.
Kopi yang ditanam petani dijual kepada pabrik negri kopi yang didirikan oleh Tosca Santoso, dan dihargai Rp 8000 per kilo.
Setelah diolah di pabrik, karena pengolahan ketat menjaga mutu kopi dari awal diolah hingga pengemasan, harga kopi menjadi meniliki daya nilai jual tinggi, bermutu dan berkualitas, dibandrol per 100 gram Rp 30.000 sampai Rp 50.000.
Produksi kopi sarongge menjadi tanaman tahunan untuk menambah penghasilan petani dan membantu meningkatkan perekonomian warga sekitarnya.
Kopi yang ditanam petani dijual kepada pabrik negri kopi yang didirikan oleh Tosca Santoso, dan dihargai Rp 8000 per kilo.
Setelah diolah di pabrik, karena pengolahan ketat menjaga mutu kopi dari awal diolah hingga pengemasan, harga kopi menjadi meniliki daya nilai jual tinggi, bermutu dan berkualitas, dibandrol per 100 gram Rp 30.000 sampai Rp 50.000.
Sumber: http://jabar.tribunnews.com