Dari penelitian Ayatrohaedi di daerah Cirebon (1985: 185—187, 303) di samping ditemukan kata wuluku, ditemukan pula kata pluku, wluku, singkal, dan sambut. Menurut Ayatrohaedi, kata wuluku merupakan kosakata setempat atau serapan dari bahasa Jawa Kuno sehingga wuluku merupakan lambang yang tertua. Kata sambut dalam bahasa Sunda lulugu merupakan bentuk dasar dari nyambut ‘menggarap (sawah) yang telah mengalami perubahan makna dari makna asalnya. Kata singkal merupakan lambang yang muncul kemudian. Kata singkal merupakan kosakata bahasa setempat atau serapan dari bahasa Jawa Kuno. Kata ini telah mengalami penyimpangan makna dari makna kata itu dalam bahasa Sunda lulugu, yakni tempat mata bajak. Pada pandangan penulis, kata singkal ada kaitannya dengan singkalan yang - Wahya, dkk. | Istilah Alat Teknologi..... 213 dalam bahasa Jawa Kuno berarti bongkah tanah terlempar ke samping oleh bajak (Zoetmulder, 2011: 1098). Kata sambut dan singkal merupakan inovasi internal dalam bahasa Sunda setempat.
Kata wluku dan pluku merupakan kosakata yang dipengaruhi bahasa Jawa Cirebon. Dua kata ini merupakan inovasi eksternal dalam bahasa Sunda setempat. Pada pandangan penulis, kata wluku berasal dari wuluku yang kehilangan bunyi u pada suku kata pertama. Kata pluku berasal dari kata wluku; bunyi p merupakan perubahan dari bunyi w karena disimilasi regresif.
Dari penelitian Multamia di Bekasi (1987: 161) ditemukan kata wuluku dan luku. Pada pandangan penulis, kata wuluku merupakan kosakata bahasa Sunda baku. Kata luku di daerah tersebut kemungkinan besar serapan dari bahasa Melayu setempat (Chaer, 2009: 263). Kata luku dalam bahasa Sunda di daerah ini menjadi kosakata khas setempat. Kata luku merupakan inovasi eksternal dalam bahasa Sunda setempat. Penelitian Wahya di perbatasan Bogor-Bekasi (2005) menemukan kata wuluku, luku, singkal, dan garu untuk konsep bajak. Kata wuluku merupakan kosakata bahasa Sunda baku. Kata luku kemungkinan besar serapan dari bahasa Melayu setempat.
Gambar 1 Wuluku (Sumber: Hadi, dkk., 1991: 167) |
Gambar 2 Garu (Sumber: Hadi, dkk., 1991: 168) |
Tabel 1 Kata Wuluku dan Variannya |
Kata ini merupakan inovasi eksternal dalam bahasa Sunda setempat. Sebenarnya secara fonologis dapat juga kata itu berasal dari wuluku yang kehilangan suku kata pertama wu sebagai gejala aferesis. Kata singkal dan garu berasal dari bahasa Sunda baku. Kata singkal merupakan bagian dari wuluku sehingga sebagai konsep bajak, kata singkal mengalami perluasan makna.
Kata garu untuk konsep wuluku mengalami pergeseran makna. Kata garu asalnya berarti alat untuk meratakan tanah setelah dibajak (Panitia Kamus Lembaga Basa jeung Sastra Sunda, 2007: 134; Hidayat, dkk. 2007: 35). Kata singkal dan garu merupakan inovasi internal, yakni inovasi semantis, dalam bahasa Sunda setempat. Perbedaan bentuk alat - Gambar 1 Wuluku Gambar 2 Garu (Sumber: Hadi, dkk., 1991: 167) (Sumber: Hadi, dkk., 1991: 168) 214 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 16, No 2, Agustus 2017 wuluku dan garu dapat diamati pada gambar 1 dan gambar 2.
Dari hasil penelitian di empat lokasi penelitian sebagai sampel, kata wuluku dikenal di empat lokasi penelitian, yakni Bogor, Bekasi, perbatasan Bogor-Bekasi, dan Cirebon. Kata luku hanya dikenal di tiga lokasi penelitian, yakni Bogor, Bekasi, dan perbatasan Bogor-Bekasi. Kata singkal hanya dikenal di dua lokasi penelitian, yaitu di perbatasan BogorBekasi dan Cirebon. Lima kata lainnya, yakni waluku, wluku, pluku, sambut, dan garu masing-masing hanya dikenal di satu lokasi penelitian. Kata waluku hanya dikenal di Bogor. Kata garu hanya dikenal di perbatasan Bogor-Bekasi. Kata wluku, pluku, dan sambut hanya dikenal di Cirebon (amati Tabel 1).
Distribusi Geografis Kata Wuluku dan Variannya Sebuah konsep budaya yang diungkapkan oleh sebuah bentuk linguistik berupa kata, tidak hanya bentuk kata itu yang dapat berubah, tetapi maknanya pun dapat berubah. Apa yang sudah dipaparkan pada varian kata wuluku di atas merupakan bukti bahwa bentuk dan makna kata tersebut dapat berubah. Peristiwa seperti itu menunjukkan bahwa bahasa bersifat dinamis. Kedinamisan bahasa bersifat universal. Kedinamisan bahasa menunjukkan kedinamisan pemakai bahasa. Dalam hal ini, pemakai bahasa yang dimaksudkan adalah pemakai bahasa pemilik konsep budaya tersebut. Bahasa harus dapat mengikuti perkembangan sosial budaya penuturnya. Oleh karena itulah, bahasa mengalami perubahan. Demikian pula dengan bahasa Sunda.
Sebuah kata yang memuat konsep budaya seperti di atas dapat pula menyebar dari satu tempat ke tempat lain secara geografis. Banyak faktor yang memungkinkan menyebarnya sebuah konsep budaya secara geografis. Penyebaran ini dapat tetap mempertahankan bentuk dan makna kata dalam budaya tersebut.
Kata wuluku dan variannya tidak hanya dikenal di satu tempat, tetapi dikenal pula di tempat lain oleh penutur bahasa yang sama, yakni penutur Sunda. Namun, dalam waktu yang bersamaan, bentuk dan makna konsep itu dapat pula berubah. Sebuah gelombang konsep budaya dapat menyebar secara geografis jika tidak ada kendala yang menahan gelombang tersebut. Demikian pula konsep yang menyangkut alat teknologi tradisional pertanian sawah yang sedang dibahas.
Kendala yang menahan mengalirnya gelombang dapat berupa unsur bahasa, dapat pula unsur nonbahasa. Pada paparan di atas kata wuluku, luku, dan singkal tersebar di beberapa daerah, namun tidak demikian dengan kata wluku dan pluku. Kreativitas bahasa kadang-kadang terbatas secara geografis.
Gambar 1 Peta Wuluku dan Variannya di Kabupaten Bogor (Sumber: Suriamiharja, dkk. 1984: 208) |
Gambar 2 Peta Wuluku di daerah Cirebon (Sumber: Ayatrohaedi,1985: 30) |
Dari penelitian Suriamiharja, Tabel 1 Kata Wuluku dan Variannya Wahya, dkk. | Istilah Alat Teknologi..... 215 dkk (1984) di Kabupaten Bogor dapat diamati bahwa kata wuluku menyebar secara geografis di lima belas titik pengamatan. Kata waluku menyebar di empat titik pengamatan. Kata luku menyebar di dua titik pengamatan. Penyebaran kata wuluku lebih luas dibandingkan dengan penyebaran dua varian lainnya, yaitu kata waluku dan luku. Namun, penyebaran kata waluku lebih luas daripada penyebaran kata luku. Penyebaran kata wuluku dan variannya ini dapat diamati pada Gambar 1 Peta Wuluku di Kabupaten Bogor.
Pada penelitian Ayatrohaedi di Daerah Cirebon (1985), kata wuluku dan variannya menyebar di sejumlah titik pengamatan berbeda. Kata wuluku menyebar di 31 titik pengamatan. Kata wluku dan pluku masing-masing menyebar di satu titik pengamatan. Kata singkal menyebar di 65 titik pengamatan. Varian terakhir, yaitu kata sambut, menyebar di empat titik pengamatan. Kata singkal memiliki daerah sebar paling luas dibandingkan dengan daerah Gambar 1 Peta Wuluku dan Variannya di Kabupaten Bogor (Sumber: Suriamiharja, dkk. 1984: 208) Gambar 2 Peta Wuluku di daerah Cirebon (Sumber: Ayatrohaedi,1985: 30) 216 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 16, No 2, Agustus 2017 sebar empat varian lainnya. Keadaan ini berbeda dengan keadaan di Kabupaten Bogor. Kata wuluku sebagai kata yang tua memiliki daerah sebar yang paling luas. Di Cirebon, kata wuluku lebih sempit daerah sebarnya dibandingkan dengan daerah sebar kata singkal. Penyebaran kata wuluku dan variannya di daerah Cirebon dapat diamati pada Gambar 2.
Dari penelitian Wahya (2005) di perbatasan Bogor-Bekasi, kata wuluku tersebar di dua titik pengamatan. Kata luku tersebar di 27 titik pengamatan. Kata singkal tersebar di tiga titik pengamatan. Kata garu tersebar di dua titik pengamatan. Di lokasi penelitian ini, kata luku memiliki daerah sebar yang paling luas dibandingkan dengan daerah sebar kata wuluku, singkal, dan garu. Kata lama wuluku sebagai lambang yang tua berbeda jauh luas sebarannya dengan luas sebaran kata luku sebagai inovasi eksternal dalam bahasa Sunda setempat. Untuk dapat mengamati penyebaran kata wuluku beserta variannya di perbatasan Bogor-Bekasi, dapat diperhatikan Gambar 3.
Bentuk yang baru atau inovasi, sepeti kata waluku di daerah Bogor, diduga asalnya hanya muncul di satu tempat. Namun, bentuk ini kemudian menyebar secara geografis ke tempat lain. Fenomena seperti ini merupakan fenomena universal. Dalam terminologi geografi dialek atau geolinguistik disebut difusi geografis. Dari fakta hasil penelitian di lapangan di atas, kita dapat mengetahui difusi geografis istilah teknologi tradisional pertanian sawah wuluku di beberapa tempat di Jawa Barat.
Dari Tabel 2 tampak kata wuluku tersebar di 48 titik pengamatan. Kata waluku tersebar di empat titik pengamatan. Kata luku tersebar di 23 titik pengamatan. Kata wluku dan pluku masing-masing tersebar di 1 titik pengamatan. Kata singkal tersebar di 68 titik pengamatan. Kata sambut tersebar di empat titik pengamatan. Kata garu tersebar di dua titik pengamatan. Kedelapan kata tersebut ada yang tersebar luas di daerah tertentu, ada pula yang tidak. Kata wuluku tersebar luas di Bogor. Kata luku tersebar luas di perbatasan Bogor-Bekasi. Kata singkal tersebar luas di Cirebon.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, istilah alat teknologi tradisional pertanian sawah wuluku beserta variannya ini masih dikenal di kalangan masyarakat, khususnya petani di beberapa tempat di Jawa Barat.
Gambar 3 Peta Bajak di Perbatasan Bogor-Bekasi. (Sumber: Wahya, 2005: 163) |
Tabel 2 Distribusi Geografis Kata Wuluku dan Variannya
Gambar 3 Peta Bajak di Perbatasan Bogor-Bekasi. (Sumber: Wahya, 2005: 163) Wahya, dkk. | Istilah Alat Teknologi..... 217 Tentu dikenalnya terminologi tersebut karena masyarakat masih terlibat dalam aktivitas pertanian tradisional sawah ini. Jika masyarakat meninggalkan aktivitas ini, misalnya, karena masyarakat beralih profesi karena berbagai sebab, istilah tersebut pun tidak akan dikenal lagi. Pencatatan istilah seperti ini, misalnya, melalui penelitian geolinguistik dapat membantu mendokumenkan kekayaan dunia teknologi tradisional pertanian sawah masyarakat Sunda di Jawa Barat. Paling tidak, anak-anak kelak akan mengetahui bahwa orang tuanya dulu pernah mengenal dunia pertanian sawah dalam kehidupan mereka sebagai salah satu upaya menghasilkan bahan pangan untuk dikonsumsi sehari-hari.
SIMPULAN
Kata wuluku sebagai istilah alat teknologi tradisional pertanian sawah masyarakat Sunda ternyata memiliki kekayaan tersendiri. Kata wuluku sebagai kata dalam ranah teknologi memiliki varian akibat adanya inovasi fonologis, yaitu waluku, wluku, dan pluku. Selain itu, terdapat pula varian leksikal, yaitu singkal, garu, dan sambut. Ketiga kata terakhir ini muncul akibat terjadinya inovasi semantis. Selain dari enam kata tadi, dikenal pula kata luku. Kata luku diduga serapan dari bahasa Melayu setempat. Ketujuh kata ini ada yang dikenal secara khas di tempat tertentu dalam masyarakat Sunda di Jawa Barat.
Kata wuluku dan variannya menyebar secara geografis dengan luas daerah sebar berbeda. Dari hasil pengamatan terhadap sampel data di beberapa daerah, pemakaian kata wuluku dan variasinya memiliki sebaran geografis yang berbeda. Kata singkal lebih banyak dipakai dan lebih tersebar kemudian disusul kata wuluku dan kata luku. Istilah alat teknologi tradisional pertanian sawah masyarakat Sunda akan masih dikenal jika masyarakat Sunda masih berprofesi sebagai petani sawah. Namun, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat, dan faktor lain, profesi bertanam padi di sawah makin berkurang. Lambat laun dapat saja ditinggalkan padahal tradisi bertanam padi di sawah ini, antara lain sarat dengan nilai budaya dan ilmu pengetahuan lokal Sunda, misalnya, karakter manusia Sunda. Istilah yang terkait dengan alat teknologi tradisional pertanian sawah ini perlu didokumenkan sebelum profesi bertani di sawah ditinggalkan. Pendokumenan dimaksudkan untuk menjadi bahan informasi atau pelajaran bagi generasi yang akan datang yang tidak sempat menyaksikan orang tuanya dulu pernah Tabel 2 Distribusi Geografis Kata Wuluku dan Variannya 218 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 16, No 2, Agustus 2017 memiliki alat teknologi lokal dalam bidang pertanian sawah. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ayatrohaedi. (1985). Bahasa Sunda di Daerah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka. Ayatrohaedi. (2003). Pedoman Penelitian Dialektologi. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Chaer, Abdul. (2009). Kamus Dialek Jakarta Edisi Revisi. Depok: Masup Jakarta. Chambers, J.K. and Peter Trudgill. (1980). Dialectology. Cambridge. New York, Melbourne: Cambridge University Press. Hadi, Ahmad, dkk. (1991). Peperenian (Kandaga, Unak-Anik, Rusiah Basa Sunda). Bandung: Geger Sunten. Hidayat, Rachmat Taufiq, dkk. (2007). Peperenian Urang Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama. Panitia Kamus Lembaga Basa jeung Sastra Sunda. (2007). Kamus Umum Basa Sunda. Bandung: Geger Sunten. Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press. Suriamiharja, Agus, dkk. (1984). Geografi Dialek Sunda Kabupaten Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tawangsih, Multamia Retno Mayekti. (1987). Bahasa-Bahasa di Bekasi. Jakarta: Yayasan Panca Mitra. Wahya. (2005). “Inovasi dan DifusiGeografis Leksikal Bahasa Melayu dan Bahasa Sunda di Perbatasan Bogor-Bekasi: Kajian Geolinguistik”. Disertasi Doktor. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Wahya. (2015). Bunga Rampai Penelitian Bahasa dalam Perspektif Geografis. Bandung: Semiotika. Zoetmulder, P.J. (2011). Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama.