Palintangan Sunda adalah istilah yang berasal dari bahasa Kawi, "lintang", yang berarti bintang. Secara harfiah, palintangan bermakna ilmu perbintangan atau ilmu palak. Palintangan ini merupakan pengetahuan tradisional masyarakat Sunda untuk menentukan hari yang baik dan arah yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan.
Di berbagai daerah di Tatar Sunda, palintangan memiliki sebutan yang berbeda. Di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung, disebut dengan "tunduk". Di daerah Baduy, Provinsi Banten, dikenal dengan "kolejer", sedangkan di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, disebut "tunuk". Sejak zaman dahulu, masyarakat Sunda telah mempelajari dunia perbintangan (palintangan) dan menggunakan pranata mangsa (aturan musim) untuk menentukan waktu sebagai pedoman bercocok tanam.
Keterkaitan palintangan dengan tradisi agraris Sunda juga melahirkan penentuan musim dalam satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Sunda sangat akrab dengan kondisi lingkungan alam, termasuk astronomi. Konsep kelahiran, kehidupan, dan kematian, yang juga dialami oleh benda-benda langit, telah merasuki alam pikiran dan jiwa batin manusia. Masyarakat Sunda menjadikan fenomena palintangan sebagai inspirasi dan pedoman dalam menjalani hidup dan mencari eksistensi sebagai makhluk hidup yang terkait erat dengan lingkungan alam.
Kearifan budaya Sunda dalam mencermati dan mengamati alam semesta, seperti peredaran Matahari, Bulan, telaah tentang rasi bintang, serta penentuan pranata mangsa, telah memberi warna dalam perkembangan ilmu astronomi. Sistem Palintangan bertumpu pada pola perhitungan hari, pasaran, bulan, tahun, dan nilai-nilai lain yang disebut "naktu". Hasil dari Palintangan akan menghasilkan "poe alus" (hari baik) atau "poe naas" (hari sial).
Sistem Perhitungan Palintangan
Palintangan menggunakan acuan perhitungan hari (Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu) dan perhitungan pasaran (Kaliwon, Manis, Pahing, Pon, Wage), di mana masing-masing hari dan pasaran memiliki nilai dalam menentukan hari yang baik atau sial. Selain itu, palintangan juga dijadikan rujukan dalam menentukan pergerakan matahari. Pada siang hari, pergerakan matahari dari timur ke barat, dan pada malam hari pergerakan bulan, menjadi pedoman bagi manusia dalam perhitungan bulan.
Bintang Crux (pari), Biduk, dan Scorpio dijadikan rujukan untuk menentukan arah selatan, tenggara, dan utara. Rasi Orion (luku, waluku, wuluku) digunakan dalam menentukan musim atau perhitungan kalender untuk kegiatan bertani atau bercocok tanam. Berdasarkan benda angkasa yang telah disebutkan, rasi Orion adalah benda yang sangat penting dalam kaitannya dengan kegiatan pertanian.
Palintangan dalam Kehidupan Masyarakat Sunda
Ilmu palintangan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda. Masyarakat Sunda, dengan segala keterbatasan teknologi di masa lalu, mampu menciptakan sistem pengetahuan yang akurat dan relevan untuk kehidupan sehari-hari, terutama dalam kegiatan agraris. Pengamatan terhadap fenomena alam, seperti pergerakan benda langit, peredaran bulan dan matahari, serta pola musim, menjadi pedoman yang sangat penting.
Keakraban dengan lingkungan alam dan kearifan lokal yang tercermin dalam ilmu palintangan menunjukkan bahwa masyarakat Sunda memiliki hubungan harmonis dengan alam semesta. Fenomena alam yang terjadi di sekitar mereka tidak hanya dianggap sebagai kejadian fisik semata, tetapi juga sebagai tanda-tanda yang memiliki makna mendalam dalam kehidupan spiritual dan sosial.
Secara keseluruhan, palintangan Sunda menggambarkan bagaimana masyarakat tradisional memiliki pengetahuan yang kaya dan mendalam tentang alam semesta, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ilmu ini bukan hanya sekadar cara untuk menentukan hari baik atau arah perjalanan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan budaya masyarakat Sunda yang menghargai dan memahami alam semesta di sekitarnya.