Perjalanan Rahyang Laganastasoma semula belum terarah akan kemana, hingga akhirnya membawa rombongan beristirahat disebuah gubuk ditengah sebuah kebun. Dalam keadaan terlelap tidur Rahyang Laganastasoma bermimpin didatangi Prabu Pitakumanajaya ayahnya, sang Ayah berpesan agar Laganastasoma membuka pesanggrahan di tempatnya sekarang beristirahat, dan dalam mimpi tersebut sang ayah mengharapkan agar Laganastasoma menjalani hidup sebagai seorang resi. Laganastasoma mengganggap mimpi tersebut sebagai pentunjuk jalan hidupnya dimasa datang, ia kemudian mendatangi pemilik lahan yang ditempatinya. Putra raja Jampang Manggung ini bermaksud membeli lahan tersebut untuk dijadikan pesanggrahan.
Setelah ditemui, pemilik lahan tersebut dengan senang hati menerima kehadiran Laganastasoma. Pemilik lahan yang ternyata bernama Jema itu malah memberikan lahan tersebut secara cuma cuma. Jema sudah menduga bahwa rombongan Laganastasoma adalah keluarga mendiang Prabu Pitakumanajaya yang meloloskan diri dari keraton beberapa tahun lalu. Jema yang juga masih berdarah Parasunda di India adalah sosok yang menghormati Prabu Kujang Pilawa leluhur Laganastasoma yang juga berasal dari negara Parasunda India.
Selanjutnya, semenjak dibangun pesanggrahan, daerah tersebut semakin banyak dikunjungi dan ditempati rakyat yang ingin menjadi murid Laganastasoma. Oleh masyarakat Rahyang Laganastasoma mendapat sebutan Resi Pananggelan karena mengajarkan Ajen Jampang Manggung yakni Ajen Pananggelan, Ajen Galuh dan Ajen Galunggung. Dan akhirnya gunung yang tidak jauh dari pasanggrahanpun disebut gunung Pananggelan mengambil dari nama Resi Pananggelan, yang lambat laun berubah namanya menjadi gunung Mananggel hingga sekarang.
Saat berusia 25 tahun Resi Pananggelan menikah dengan Putri Candra Wulan asal gunung Padang Cianjur. Dari pernikahan ini lahirlah Jamalillah, Sakalilah dan Jamali Wetan / Rahyang Indalana. Seiring perkembangan pasanggrahannya yang semakin pesat, ketokohan Laganastasoma atau Resi Pananggelan sebagai tabib juga semakin terkenal . Bahkan raja Jampang Manggung Sokoganggalang yang terkena sakit berharap diobati Resi Pananggelan. Sokoganggalang tidak mengetahui jati diri Resi Pananggelan yang sebenarnya adalah Laganastasoma putra mendiang Prabu Pitakumanajaya. Sokoganggalang hanya berharap sakitnya yang sudah parah segera sembuh, karena walaupun sudah ditanggani puluhan tabibpun tidak ada yang sanggup mengobati penyakitnya. Raja Sokoganggalang segera mengirim utusan untuk menjemput Resi Pananggelan.
(Salah satu bagian pontren Bina Akhlak didesa Babakan Karet Kecamatan Cianjur) |
Menerima undangan dari Sokoganggalang, Rahyang Laganastasoma sempat ragu-ragu. Ia khawatir hal tersebut merupakan akal busuk Sokoganggalang untuk membunuhnya yang merupakan ahli waris tahta kerajaan. Dewi Salakangpatipun tidak mengijinkan anaknya mendatangi keraton Jampang Manggung. Namun karena tanggung jawabnya sebagai tabib, Rahyang Laganastasoma akhirnya memutuskan untuk memenuhi undangan Sokoganggalang.
Sokoganggalang ternyata menderita tekanan jiwa akibat ulah Tarungdawaling anaknya. Hal tersebut terungkap setelah Resi Pananggelan melacak penyebab sakitnya raja Jampang Manggung itu. Sebagai putra raja, Tarungdawaling tidak berprilaku baik, sebaliknya ia banyak membuat keonaran dimasyararakat dengan berbagai perbuatan nista. Selain karena tekanan mental memikirkan anaknya, Sokoganggalang pun jauh dari kehidupan agama, sejak ia berkuasa para Ingpaya dan Ing Payagung tidak lagi diperkenankan mencampuri urusan kerajaan. Bahkan pesanggrahan pesanggrahan tempat beribadah dan berdiamnya para pendeta tidak diperhatikan sama sekali oleh Sokoganggalang. Oleh karena itu setelah mengobati penyakit, Resi Pananggelan memberi saran agar Sokoganggalang mendekatkan diri kepada Tuhan YME, dan menjalin hubungan yang baik dengan parapendeta.
Setelah sakitnya sembuh segala saran yang diberikan Rahyang Laganastasoma dilaksanakan raja Jampang Manggung. Pasanggrahan pendeta kembali dibantu kerajaan, malah para pendeta kembali dapat memberikan nasehat kepada pemerintahan. Namun kendati sudah kembali sehat, Sokoganggalang masih belum bisa meredam aksi Tarungdawaling anaknya yang semakin meresahkan masyarakat. Atas saran para pendeta, Sokoganggangalang disarankan meminta bantuan Resi Pananggelan untuk menumpas habis aksi jahat Tarungdawaling dan anak buahnya. Dan dengan niat suci demi kebaikan bersama, Resi Pananggelan menerima tugas raja Jampang Manggung ini untuk memadamkan kekacauan negara akibat ulah Tarungdawaling dan anak buahnya.
Walaupun mendapat perlawanan sengit dari Tarungdawaling, Resi Pananggelan dengan dibantu murid- murid dan sebagian pasukan kerajaan Jampang Manggung sedikit demi sedikit mengikis habis kegiatan premanisme Tarungdawaling dan anak buahnya hingga kondisi keamanan negara aman. Dan Tarungdawalingpun berhasil ditangkap lalu berdasarkan kesepakatan dengan raja Jampang Manggung, putra raja ini akhirnya menjalani hukuman buang keluar negeri Jampang Manggung. Sejatinya Resi Pananggelan bila saat itu berniat kembali merebut haknya sebagai raja Jampang Manggung dengan mudah dapat dilakukannya. Namun rupanya ia lebih memilih hidup sebagai pendeta dan tabib ketimbang sebagai raja. Dan seusai menuntaskan tugasnya di keraton Jampang Manggung, Rahyang Laganastasoma memilih kembali ke pesanggrahannya dikaki gunung Mananggel.
Sumber:
Cianjur dari Masa ke Masa ( Fakta Sejarah dan Cerita Rakyat ) | Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur. 2020
Penyusun:
R. Luki Muharam, SST
Editor :
R. Pepet Djohar
Dr. Dadang Ahmad Fajar,
M.Ag Memet Muhammad Thohir