(Pintu Gerbang Bagian dalam ke Makam Dalem Cikundul di Kampung Majalaya Desa Cijagang Kec. Cikalong Kulon Kab. Cianjur, dok Pribadi) |
Keadaan Jawa Barat sebelum terbentuknya kabupaten Cianjur secara keseluruhan berada dalam jajahan kesultanan Mataram yang dipimpin Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613- 1645). Saat itu Jawa Baratpun masih disebut Kresiden Priangan, Riedza. D. Dienaputra sejarawan Universitas Padjadjaran Bandung dalam buku “ Cianjur Antara Priangan dan Buitenzorg “ menyatakan bahwa mulai tahun 1620 Kesultanan Mataram menata Priangan dengan membentuk beberapa kabupaten seperti Sumedang, Sukapura, Bandung, Parakanmuncang dan Karawang.
Khusus pembentukan Kabupaten Sumedang, Sukapura dan Bandung pembentukan kabupaten- kabupaten tersebut berdasarkan Piagam Sultan Agung Mataram bertitimangsa tanggal 9 Muharam Tahun Alip atau bertepatan tanggal 20 April 1641 M.
Selanjutnya setelah wafatnya Sultan Agung, Sunan Amangkurat I penggantinya merombak kembali susunan kabupaten tersebut dengan menjadikan beberapa daerah setingkat kabupaten yang disebut Ajeg. Amangkurat I antara tahun 1656 – 1657 mendirikan 9 ajeg yakni Sumedang, Bandung, Parakanmuncang, Sukapura, Karawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaya (Galuh) dan Sekace ( Galunggung atau Sindangkasih).
Penataan ini merupakan penataan terakhir wilayah Priangan yang dilakukan Kesultanan Mataram setelah berkuasa di tatar Sunda selama 57 tahun ( 1620 – 1677). Sebab Kesultanan Mataram kemudian menyerahkan Priangan kepada VOC secara bertahap. Dari peristiwa ini tentu saja VOC memiliki tujuan politik yakni ingin memisahkan wilayah antara Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Tujuan lainnya, VOC ingin mengusai kekakayaan Priangan dengan memungut
hasil daerah untuk perniagaan. Sedangkan Cianjur saat itu masih disebut padaleman yang berpusat di Cikundul , pengakuan Cianjur sebagai sebuah kabupaten (Regenchaaf) oleh penjajah Belanda baru terjadi setelah pemerintahan Cianjur dipimpin Rd. Aria Wiratanu II / Rd. Wiramanggala, putra sulung Dalem Cikundul ini diakui sebagai Regent (Bupati) Cianjur pada tahun 1691.
Penataan ini merupakan penataan terakhir wilayah Priangan yang dilakukan Kesultanan Mataram setelah berkuasa di tatar Sunda selama 57 tahun ( 1620 – 1677). Sebab Kesultanan Mataram kemudian menyerahkan Priangan kepada VOC secara bertahap. Dari peristiwa ini tentu saja VOC memiliki tujuan politik yakni ingin memisahkan wilayah antara Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Tujuan lainnya, VOC ingin mengusai kekakayaan Priangan dengan memungut
hasil daerah untuk perniagaan. Sedangkan Cianjur saat itu masih disebut padaleman yang berpusat di Cikundul , pengakuan Cianjur sebagai sebuah kabupaten (Regenchaaf) oleh penjajah Belanda baru terjadi setelah pemerintahan Cianjur dipimpin Rd. Aria Wiratanu II / Rd. Wiramanggala, putra sulung Dalem Cikundul ini diakui sebagai Regent (Bupati) Cianjur pada tahun 1691.
Momentum itu menandakan perbedaan tersendiri bagi Cianjur dibanding kabupaten lainnya, karena terbentuknya Kabupaten Cianjur diawali dengan pembentukan padaleman mandiri oleh Dalem Cikundul sebelum akhirnya diakui sebagai Kabupaten oleh Belanda pada masa Rd. Aria Wiratanu II, proses ini tidak seperti kabupaten lainnya yang dibentuk langsung oleh Kesultanan Mataram.
Lalu bagaimana terbentuknya Cianjur dari sebuah padaleman mandiri yang dirintis Dalem Cikundul hingga menjadi sebuah kabupaten ? Bayu Surianingrat dalam buku “ Sejarah Cianjur Sareng Raden Aria Wiratanu / Dalem Cikundul” menjelaskan bahwa nama Cianjur sebagai suatu wilayah mulai disebut pada tahun 1678. Hal tersebut tertuang dalam surat Bupati Sumedang berbahasa Belanda kepada VOC / Belanda tertanggal 20 Januari 1678 sesuai transkrip de Haan :
....Die van Seribon hebben alsemede in t geberchte Simapack ent Santoir (less : Tsiantoir) beset, dat de coorpuijden niet meer naer Batavia mogen gaan...” yang artinya : Orang-orang Cirebon itu sudah merebut daerah pegunungan Cimapag dan pengunungan Cianjur. Setiap pedagang mereka larang untuk dapat ke Batavia. Penyebutan orang Cirebon ini ditujukan kepada Rd. Jayasasana dan rombongannya yang tengah berjaga- jaga didaerah itu. Dari surat tersebut jelas dinyatakan pada saat itu Jayasasana belum menyandang sebutan seorang dalem, tapi masih kepala pasukan dari Cirebon.
Sebelumnya pada bagian lain Bayu Surianingrat menjelaskan tentang kepergian Jayasasana dari Sagaraherang yang saat itu sudah menyandang nama Wiratanu I. Setelah merasa dewasa ia mencari daerah baru hingga tiba didaerah sekitar sungai Cikundul yang sekarang masuk dalam wilayah Kec. Cikalong Kulon Cianjur. Dari Sagalagerang, Wiratanu I membawa rombongan rakyat yang kemudian ditempatkan secara berpencar di sekitar sungai Cikundul.
Lalu bagaimana terbentuknya Cianjur dari sebuah padaleman mandiri yang dirintis Dalem Cikundul hingga menjadi sebuah kabupaten ? Bayu Surianingrat dalam buku “ Sejarah Cianjur Sareng Raden Aria Wiratanu / Dalem Cikundul” menjelaskan bahwa nama Cianjur sebagai suatu wilayah mulai disebut pada tahun 1678. Hal tersebut tertuang dalam surat Bupati Sumedang berbahasa Belanda kepada VOC / Belanda tertanggal 20 Januari 1678 sesuai transkrip de Haan :
....Die van Seribon hebben alsemede in t geberchte Simapack ent Santoir (less : Tsiantoir) beset, dat de coorpuijden niet meer naer Batavia mogen gaan...” yang artinya : Orang-orang Cirebon itu sudah merebut daerah pegunungan Cimapag dan pengunungan Cianjur. Setiap pedagang mereka larang untuk dapat ke Batavia. Penyebutan orang Cirebon ini ditujukan kepada Rd. Jayasasana dan rombongannya yang tengah berjaga- jaga didaerah itu. Dari surat tersebut jelas dinyatakan pada saat itu Jayasasana belum menyandang sebutan seorang dalem, tapi masih kepala pasukan dari Cirebon.
Sebelumnya pada bagian lain Bayu Surianingrat menjelaskan tentang kepergian Jayasasana dari Sagaraherang yang saat itu sudah menyandang nama Wiratanu I. Setelah merasa dewasa ia mencari daerah baru hingga tiba didaerah sekitar sungai Cikundul yang sekarang masuk dalam wilayah Kec. Cikalong Kulon Cianjur. Dari Sagalagerang, Wiratanu I membawa rombongan rakyat yang kemudian ditempatkan secara berpencar di sekitar sungai Cikundul.
Pada saat itu Wiratanu I belum bisa disebut Dalem seperti halnya Dalem Kabupaten Bandung atau Dalem Kabupaten Sumedang, kedudukan Wiratanu I masih setingkat senopati atau panglima perang Cirebon. Oleh karenanya Puspawangsa seorang pencacah jiwa saat itu dalam laporannya kepada Belanda menyebut warga yang tinggal sekitar Cikundul dengan sebutan Cacah Wiratanu, belum menyebut Cianjur sebagai sebuah kabupaten.
Sedangkan nama Wiratanu I diperoleh dari Sultan Cirebon setelah Raden Jayasasan mendapat tugas sebagai kepala pasukan. Nama Wiratanu I pun pertama kali disebut melalui surat berbahasa Belanda yang ditulis sejarawan Walbehm (Walbehm,
C.W. TGB VI.252) yang berbunyi : "...op last van een van Mataram de wester grenzen tegen Bantam moesten worden beschermd : zoo “bleef van Cheribon Ki Wiratanu te Tjiandjoer met 300 huisgezinnen “ yang artinya : Ki Wiratanu yang membawa 300 umpi diperintahkan Raja Mataram menjaga wilayah Selatan dari serangan Banten.
Lalu berapa rakyat Wiratanu I saat itu, F. Hoole menyebutkan dalam suratnya mengutip sensus yang dilakukan Puspawangsa ; bij de volksteiling door Puspawangsa er 1000 cacahs onder Wira Tanu bleken, waaronder 200 die op last van Mataram onder Hem van Cirebon naar Cianjur waren gegaan tot der grens. Yang artinya dari hasil sensus yang dilakukan
Puspawangsa terdapat 1000 orang cacah Wira Tanu. 200 orang diantaranya atas perintah Mataram dengan dipimpipin Wira Tanu pergi ke Cianjur untuk menjaga perbatasan.
Namun begitu kekuasaan Mataram terhadap tatar Sundapun kian memudar seiring banyaknya pemberontakan terhadap Sunan Amangkurat I (1646-1677). Sunan Amangkurat I yang pro Belandan akhirnya dapat diusir dari keraton oleh pasukan Trunojoyo dari Madura. Amangkurat I meninggal dalam pelariannya di Tegal tanggal 13 Juli 1677.
Sedangkan nama Wiratanu I diperoleh dari Sultan Cirebon setelah Raden Jayasasan mendapat tugas sebagai kepala pasukan. Nama Wiratanu I pun pertama kali disebut melalui surat berbahasa Belanda yang ditulis sejarawan Walbehm (Walbehm,
C.W. TGB VI.252) yang berbunyi : "...op last van een van Mataram de wester grenzen tegen Bantam moesten worden beschermd : zoo “bleef van Cheribon Ki Wiratanu te Tjiandjoer met 300 huisgezinnen “ yang artinya : Ki Wiratanu yang membawa 300 umpi diperintahkan Raja Mataram menjaga wilayah Selatan dari serangan Banten.
Lalu berapa rakyat Wiratanu I saat itu, F. Hoole menyebutkan dalam suratnya mengutip sensus yang dilakukan Puspawangsa ; bij de volksteiling door Puspawangsa er 1000 cacahs onder Wira Tanu bleken, waaronder 200 die op last van Mataram onder Hem van Cirebon naar Cianjur waren gegaan tot der grens. Yang artinya dari hasil sensus yang dilakukan
Puspawangsa terdapat 1000 orang cacah Wira Tanu. 200 orang diantaranya atas perintah Mataram dengan dipimpipin Wira Tanu pergi ke Cianjur untuk menjaga perbatasan.
Namun begitu kekuasaan Mataram terhadap tatar Sundapun kian memudar seiring banyaknya pemberontakan terhadap Sunan Amangkurat I (1646-1677). Sunan Amangkurat I yang pro Belandan akhirnya dapat diusir dari keraton oleh pasukan Trunojoyo dari Madura. Amangkurat I meninggal dalam pelariannya di Tegal tanggal 13 Juli 1677.
Raden Rahmat putra Amangkurat I meminta bantuan VOC untuk memadamkan perlawanan Trunojoyo demikian juga Amangkurat I sebelum wafat pernah memimta bantuan Belanda melumpuhkan Trunojoyo. Namun bantuan yang diberikan Belanda harus dibayar mahal oleh Mataram sesuai perjanjian yang tertuang antara Mataram dan VOC tanggal 25 Februari 1677 dan tanggal 20 Oktober 1677 yang isinya 1.
Mataram menyerahkan Batavia kepada VOC 2. Mataram menyerahkan daerah sekitar sungai Cisadane dan Cimanuk kepada VOC. Daerah timur sekitar gunung Salak, atau wilayah Selatan gunung Pangrango diserahkan kepada VOC.
Oleh karena itu seiring dengan semakin pudarnya pengaruh Mataram, Cianjur dan beberapa daerah merasa bebas merdeka. Proses berdirinya Cianjur dari sebuah kampung hingga menjadi sebuah Padaleman yang merdeka terjadi antara tahun 1675-1684.
Oleh karena itu seiring dengan semakin pudarnya pengaruh Mataram, Cianjur dan beberapa daerah merasa bebas merdeka. Proses berdirinya Cianjur dari sebuah kampung hingga menjadi sebuah Padaleman yang merdeka terjadi antara tahun 1675-1684.
Sebab ketika tahun 1684 VOC sudah menjajah Cianjur. Hal tersebut dikuatkan oleh catatan Cikundul Bond yang menyatakan sekitar tahun 1677 Padaleman Cipamingkis dengan Dalemnya Nalamarta, Padaleman Cimapag dengan dalemnya Nyilih Nagara, Padaleman Cikalong dengan Dalemnya Wangsa Kusumah, Padaleman Cibalagung dengan Dalemnya Natamanggala, Padaleman Cihea dengan Dalemnya Wastu Nagara dan Padaleman Cikundul dengan Dalemnya Wira
Tanu I secara bersama-sama menyatakan diri wilayahnya sebagai Padaleman Cianjur dengan Dalem Cikundul sebagai pemimpinnya (Dalem Mandiri). Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa berdirinya Kabupaten Cianjur adalah diperjuangkan dengan sendirinya tidak ada dibantu fihak manapun berbeda dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sukapura yang merupakan hadiah dari Sultan Mataram.
Walaupun sebetulnya kemerdekaan Cianjur ini masih merupakan merdeka secara de facto karena secara de jure Cianjur berada dalam kekuasaan VOC sesuai perjanjian Mataram-VOC tanggal 25 Februari 1677 dan perjanjian tanggal 20 Oktober 1677.
Tanu I secara bersama-sama menyatakan diri wilayahnya sebagai Padaleman Cianjur dengan Dalem Cikundul sebagai pemimpinnya (Dalem Mandiri). Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa berdirinya Kabupaten Cianjur adalah diperjuangkan dengan sendirinya tidak ada dibantu fihak manapun berbeda dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sukapura yang merupakan hadiah dari Sultan Mataram.
Walaupun sebetulnya kemerdekaan Cianjur ini masih merupakan merdeka secara de facto karena secara de jure Cianjur berada dalam kekuasaan VOC sesuai perjanjian Mataram-VOC tanggal 25 Februari 1677 dan perjanjian tanggal 20 Oktober 1677.
Sumber:
Cianjur dari Masa ke Masa ( Fakta Sejarah dan Cerita Rakyat ) | Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur. 2020
Penyusun:
R. Luki Muharam, SST
Editor :
R. Pepet Djohar
Dr. Dadang Ahmad Fajar,
M.Ag Memet Muhammad Thohir