Pada paruh kedua abad ke-19, pemerintahan kolonial Belanda gencar membuka jalur-jalur kereta api baru di Pulau Jawa, salah satunya di Tanah Pasundan, Jawa Barat. Pembangunan ini didorong oleh kebutuhan untuk mengangkut hasil bumi dari pedalaman Jawa Barat menuju Batavia (sekarang Jakarta), yang menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan kolonial.
Latar Belakang Pembangunan Jalur Kereta Api
Keputusan membuka jalur kereta api ke wilayah pedalaman Jawa Barat bukan tanpa alasan. Wilayah ini kaya akan hasil bumi seperti tebu, karet, kina, teh, dan kopi. Untuk memaksimalkan keuntungan dari hasil bumi ini, pemerintah kolonial Belanda membangun infrastruktur transportasi yang efisien, salah satunya adalah jalur kereta api yang menghubungkan daerah-daerah penghasil komoditas dengan pelabuhan utama di Batavia.
Selain kepentingan ekonomi, jalur kereta api ini juga dibangun untuk keperluan militer dan untuk membuka akses bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Dengan adanya jalur kereta, mobilitas penduduk meningkat dan daerah-daerah yang sebelumnya terisolir dapat terhubung dengan pusat-pusat ekonomi dan pemerintahan.
Pembangunan Jalur Kereta Api Buitenzorg - Cianjur
Proyek pembangunan jalur kereta api ini dilakukan oleh perusahaan kereta api milik negara, Staatsspoorwegen (SS), yang memulai pembangunan jalur ini secara bertahap. Pembangunan ini terbagi menjadi tiga tahap:
1. Buitenzorg - Cicurug (27 kilometer): Jalur ini dibuka pada 5 Oktober 1881.
2. Cicurug - Sukabumi (31 kilometer): Tahap kedua dibuka pada 21 Maret 1882.
3. Sukabumi - Cianjur (39 kilometer): Jalur ini resmi dibuka pada 10 Mei 1883.
Pembukaan jalur Sukabumi - Cianjur bersamaan dengan diresmikannya Stasiun Cianjur yang mulai dibangun setahun sebelumnya. Jalur ini dikenal dengan medan yang menantang, karena harus melalui perbukitan dengan jalur yang berkelok-kelok.
Terowongan Lampegan: Ikon Pembangunan Infrastruktur
Salah satu infrastruktur yang paling terkenal dari pembangunan jalur ini adalah Terowongan Lampegan. Terowongan ini memiliki panjang 686 meter dan selesai dibangun pada tahun 1882. Terowongan ini menjadi ikon tersendiri di wilayah tersebut karena merupakan salah satu terowongan kereta api tertua di Indonesia.
Perkembangan Jalur Kereta Api di Tanah Pasundan
Pembangunan jalur kereta api tidak berhenti di Cicurug. Pada tahun-tahun berikutnya, pemerintah kolonial terus memperpanjang jalur hingga ke Bandung dan Cicalengka. Pembangunan jalur kereta api ini kemudian menjadi bagian dari jaringan yang lebih besar, menghubungkan Buitenzorg dan Sukabumi dengan jalur kereta api di Cilacap - Yogyakarta pada tahun 1894.
Masa Mati Suri dan Kebangkitan Kembali
Jalur kereta api Sukabumi - Cianjur sempat mengalami masa mati suri, di mana pelayanan kereta api dihentikan karena berbagai alasan, termasuk kerusakan infrastruktur dan penurunan jumlah penumpang. Namun, pada 8 Februari 2014, jalur ini dihidupkan kembali dengan diluncurkannya Kereta Api Siliwangi, yang melayani rute Sukabumi - Cianjur. Kebangkitan kembali jalur ini menjadi simbol penting bagi masyarakat setempat dan menjadi bagian dari upaya pelestarian sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Penutup
Jalur kereta api Sukabumi - Cianjur merupakan salah satu warisan penting dari era kolonial yang masih bertahan hingga saat ini. Meski sempat terhenti, upaya untuk menghidupkan kembali jalur ini menunjukkan betapa pentingnya jalur ini bagi transportasi dan perekonomian di wilayah tersebut. Terowongan Lampegan dan jalur kereta yang meliuk-liuk di perbukitan menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah perkeretaapian di Tanah Pasundan.