Kota Ciranjang yang kini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Cianjur, dulunya adalah daerah yang termasuk wilayah Bandung. Perubahan administrasi ini terjadi pada tahun 1902, di mana Ciranjang mulai masuk ke wilayah Cianjur. Namun, nama "Ciranjang" sendiri baru digunakan secara resmi pada tahun 1912. Sebelum itu, daerah ini dikenal dengan nama Cihea, yang menyimpan sejarah panjang dari kerajaan-kerajaan besar di Tanah Sunda.
Prabu Jaka Susuruh: Pendirian Keraton Cihea
Sejarah awal Ciranjang atau Cihea dimulai dengan berdirinya sebuah keraton di daerah tersebut oleh Prabu Jaka Susuruh, yang juga dikenal sebagai Prabu Hariang Banga. Dalam kisah-kisah Pantun Sunda, Prabu Jaka Susuruh merupakan sosok penting yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Ia terpaksa mundur dan mendirikan benteng pertahanan di Cihea setelah terdesak oleh adiknya, Ciung Wanara, dari Kerajaan Pajajaran. Lokasi keraton dan benteng ini masih dapat ditemukan di Kampung Susuruh, Desa Sukarame, yang menyimpan banyak peninggalan sejarah seperti keraton, alun-alun, benteng-benteng, dan tempat pemandian raja.
Namun, setelah beberapa waktu, Prabu Jaka Susuruh meninggalkan Cihea, dan wilayah ini mulai kembali terabaikan. Jejak peninggalannya yang paling terlihat hingga kini adalah sisa-sisa keraton di daerah tersebut, mengingatkan kita akan kejayaan kerajaan yang pernah berkuasa di sana.
Raden Rangga Gading: Penguasa Baru Cihea
Setelah kepergian Prabu Jaka Susuruh, daerah Cihea kemudian dikuasai oleh seorang bangsawan keturunan Pajajaran bernama Raden Rangga Gading. Wilayah yang dikuasainya terletak di Kampung Panghiasan, Desa Gunung Halu. Di tempat ini, ditemukan peninggalan keraton beserta benda-benda berharga seperti pecahan kaca, piring, dan mangkuk-mangkuk kuno yang diduga merupakan barang impor dari Cina. Namun, sama seperti pendahulunya, Raden Rangga Gading meninggalkan Cihea sekitar tahun 1380, menyebabkan daerah itu kembali menjadi kawasan yang ditinggalkan dan ditumbuhi hutan lebat.
Kedatangan Prabu Cakrakusumah dan Pemukiman Baru di Cihea
Sekitar tahun 1645, wilayah ini kembali menjadi pusat perhatian setelah kedatangan Sultan Agung dari Mataram. Pada waktu itu, Sultan Agung telah menguasai pesisir utara Tanah Sunda dengan batasan alami berupa Sungai Citarum. Bagian barat Tanah Sunda dikuasai oleh Sultan Banten, dan hubungan antara kedua kerajaan ini cukup bersahabat. Sultan Agung, dengan ambisinya untuk memperluas wilayah ke arah barat, membuka pemukiman-pemukiman baru di sepanjang perbatasan. Tujuan utamanya adalah mengawasi bupati-bupati Sunda serta memastikan persediaan hasil bumi tetap terjaga.
Sultan Agung kemudian mengirim dua orang utusan yang handal, yakni Tumenggung Nampabaya dan Tumenggung Lirbaya, dua saudara yang merupakan kerabat Pangeran Purbaya dari Babad Batawi. Mereka diperintahkan untuk membuka tanah koloni di sepanjang Sungai Citarum ke arah hulu. Perjalanan mereka melalui berbagai wilayah, dari Banyumas hingga Batulayang, yang merupakan perbatasan barat wilayah Mataram.
Di Batulayang, mereka tinggal cukup lama sebelum melanjutkan perjalanan menuju Cihea. Di sinilah mereka mengalami berbagai kejadian luar biasa, termasuk terbawa banjir ketika beristirahat di tepi Sungai Citarum. Dalam mimpinya, mereka bertemu dengan sosok kakek tua yang memberi petunjuk untuk kembali ke tempat awal mereka beristirahat. Dari rangkaian peristiwa inilah lahirnya berbagai nama tempat seperti Batununggal, Cihea, Pasir Tangkolo, dan lainnya, yang hingga kini masih dikenal sebagai bagian dari daerah Ciranjang.
Dinasti Nampabaya: Pemerintahan Adil dan Bijaksana di Cihea
Setelah kembali ke Cihea, Tumenggung Nampabaya menjadi pemimpin yang dikenal adil dan bijaksana. Ia memerintah dengan patihnya, Pangeran Lirbaya, dan berhasil membangun Cihea menjadi negeri yang makmur. Wilayah ini mulai ramai dengan penduduk baru, dan hasil bumi mulai mengalir untuk mendukung kerajaan Mataram. Pangeran Nampabaya pun memiliki seorang putra bernama Pangeran Nerangbaya, yang kelak melanjutkan jejaknya sebagai pemimpin.
Jejak sejarah Ciranjang, terutama di Cihea, menyimpan banyak sekali kisah menarik dari masa lampau. Dari pertempuran kerajaan hingga kedatangan utusan Mataram, wilayah ini terus berkembang dan menjadi bagian penting dari sejarah Tanah Sunda. Hingga kini, peninggalan-peninggalan sejarah tersebut masih bisa ditemukan, mengingatkan kita akan kejayaan dan perubahan yang terus mewarnai perjalanan panjang Ciranjang dari masa ke masa.