-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Sejarah Cianjur 22 : Wira Tanu II Pindah Ke Pamoyanan

Minggu, 24 November 2024 | 22.48 WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-24T16:03:56Z


(Gerbang masuk ke Sumur Pangguyangan Badak Putih yang berada dikompleks Kantor Pegadaian Cianjur. Kemungkinan pada masa Bupati Cianjur RAA. Wiratanu II sumur ini masih berupa kolam pangguyangan tempat berendam badak badak berwarna putih yang sekarang sudah langka. Pangguyangan Badak Putih ini menjadi patokan untuk membuka kota kabupaten Cianjur sesuai ilapat atau petunjuk gaib yang diterima Rd. Wiramanggala / Rd. Aria Wiratanu II ketika masih tinggal di Cibalagung. Namun ada perbedaan pendapat antara Rd. Aria Wiratanu II dan Rd. Aria Wiratanu III anaknya, sehingga pendopo dipindahkan ke lokasi sekarang oleh Dalem Wiratanu III karena dianggap lebih dekat pangguyangan badak ini.)


Kepindahan Dalem Wira Tanu II ke kampung Pamoyanan menurut Bayu Surianingrat berdasarkan saran seorang berkebangsan Belanda bernama Bartel van der Valck yang datang ke Cibalagung tahun 1688. Wira Tanu II disarankan mencari tempat kearah utara Cibalagung dengan ciri- ciri adanya Tanah yang rata yang tidak jauh dari pangguyangan badak putih.

Namun keterangan ini bertentangan dengan sejumlah babad Cianjur seperti karya Dalem Pancaniti dan penyusun lainnya seperti Rd. Syarifah Didoh. Kanjeng Dalem Pancaniti menerangkan bahwa saat terjadi perselisihan dengan Dalem Natamanggala, Rd. Wiramanggala (Wira Tanu II) suatu hari sehabis shalat Ashar didatangi seorang tua yang menyarankan agar ia pindah ke arah Selatan (Ngulon) Cibalagung dengan ciri-ciri tanah Ngetan bahe ngaler yang tidak jauh dari pangguyangan badak putih.

Hal tersebut sesuai dengan kenyataan sekarang tentang letak kampung Pamoyanan yang berada diselatan Cibalagung dan tidak jauh dari pangguyangan badak putih. Rd. Syarifah Didoh dalam Sejarah Cianjur yang disusunnya menerangkan :

Dina hiji waktos Kanjeng Dalem Aria Wiratanu II pasosonten sae dintenna, palih kulon ngempur layung, angkat ngabujeng kahiji kebon. Ku anjeunna katingali sisi pager kabeh kulon, aya pameget sampulur, anggoanana sarwa putih, ngagupayan ka anjeunna. (Pada suatu hari, Kanjeng Dalem Aria Wiratanu II pergi keladang saat sore tiba. Ketika tiba diladang, dari balik pagar sebelah barat ia melihat seorang tua berpenampilan gagah berbaju putih memanggilnya)

Sanaos bari kaget, anjeuna angkat madep ka eta sepuh tea, sarta dina manah Kanjeng Dalem parantos nyangka yen eta sepuh anu sempulur manis teh moal lepat deui nyaeta eyangna. Eta sepuh teh wawangsit, pepeling ka Dalem kieu lahirna :

“ He Raden Aria Wiratanu, bagja temen andika, mugi kapayun andika sing telas mulus rahayu, nagara sing subur mamur sarta karungruman wong akeh, sarta bakal jadi ratu turun tumurun anu sami pada miasih kaabduna. (Walaupun kaget, ia hampiri orang tua itu. Dan iapun yakin bahwa, sosok tua itu adalah roh leluhurnya. Lalu kakek tua itu berkata “ Bahagia kau Raden, karena dirimu sudah ditakdirkan akan menjadi perantara lahirnya para pemimpin daerah yang subur dan mensejahterakan rakyatnya)

Anjeun ayeuna kudu ngalih tempat tidieu, nyaeta kudu ngulon ngidul jugjug tepining walungan Cianjur. Didinya pilari tanah anu bahe ngetan ngaler tempat pangguyangan badak putih. Eta teh kangge dayeuh nagara, sarta bakal bagus alamatna, “. Saparantos wawangsit kitu eta sepuh teh ilang tanpa karana. ( Sekarang juga Raden harus pindah dari tempat ini. Pergilah kearah Barat agak Selatan carilah tempat yang tidak jauh dari sungai Cianjur. Disekitar tempat itu carilah tempat agak miring ke timur- utara, tidak jauh dari kolam tempat mandi badak putih. Disitulah kamu jadikan pusat kota, yang kedepannya akan membawa kepada kejayaan. Setelah memberikan pesan, orang tua itupun menghilang entah kemana).




(Bagian dalam Sumur Pangguyangan Badak Putih sekarang luasnya diperkirakan hanya 1 m x 1,25 m persegi. Dan bagian atasnya ditutup tembok berkeramik, masyarakat yang akan mengambil airnya bisa dari bagian samping. Sumur berusia ratusan tahun ini masih dikeramatkan oleh sebagian warga.)


Sepulang dari pertemuan tersebut Wira Tanu II menceritakan kejadian tersebut kepada istri dan saudara- saudaranya. Dan ia dengan bulat hati memutuskan untuk segera pindah meninggalkan Cibalagung menuju tempat sesuai petunjuk yang diterimanya. Dikisahkan ketika semuanya sudah siap, keluarga, adik-adik dan seluruh warganya termasuk rombongan dari Sagala herang ikut serta. Syarifah Didoh melukiskan sbb : Sadayana ngiring somah-somah candak ti Sagalaherang oge teu kakantun. Indit sirib rarebo ku babawaan, pangarih, dulang, aseupan. Ngaleut ngeungkeuy ngabandaleut, ngembat ngembang nyatang pinang. (Semuanya ikut termasuk rakyat asal Sagalaherang juga ikut, semuanya membawa bekal berbagai alat, untuk memasak dan lainnya dibawa pindah).

Dan kemudian perjalanan jauh rombongan Wira Tanu II terhenti disebuah hutan yang menurut dugaan Wira Tanu II lokasi yang sesuai dengan petunjuk sudah semakin dekat. Maka ia kemudian ia berencana akan menjandikan tempat tersebut sebagai awal untuk membangun sebuah kota, lalu tempat tersebut dinamai kampung Muka. Perjalanan rombongan dilanjutkan hingga melalui daerah yang dipepohonannya banyak sekali burung elang (heulang) sedang mengerami telurnya, oleh Rd. Wiramanggala daerah tersebut dinamainya Sayang Heulang.

Dari tempat tersebut rombongan harus menuju arah Selatan, hingga tiba disebuah tempat yang agak tinggi. Di tempat tersebut Wiratanu II dan rombongan dapat dengan jelas ke segala arah dalam bahasa Sunda disebut plung- plong, maka oleh sang Dalem tempat tersebut dinamai Panembong. Nyi Mas Syarifah Didoh dalam diktat Sejarah Cianjurnya kemudian menceritakan perjalan rombongan dari Panembong menuju tempat yang kemudian disebut Salakopi :

Tidinya angkat maju ngetan, dina perjalanan anjeuna seueur mendakan tangkal anu kembangna barodas aya dina sela-sela tangkal kai leuweung anu arageung. Sihoreng tangkal alit anu barodas kembangna teh nyaeta tangkal kopi, ayeuna eta tempat teh nelah jadi kampung Salakopi “. (dari situ rombongan menuju arah timur, dan saat diperjalanan itu mereka menemukan pohon yang berbunga putih ada diantara pohon-pohon hutan yang lebat. Ternya bunga- bunga putih itu dari pohon kopi. Dan akhirnya tempat tersebut dinamai Salakopi )

Perjalanan rombongan oleh Wira Tanu II kemudian dihentikan disebuah tempat karena hari sudah mulai menjelang malam. Tempat tersebut menuju arah selatan, yang kemudian disebut Pasarean Agung karena pernah digunakan sebagai tempat beristirahat orang-orang Agung leluhur Cianjur. Besoknya rombongan menuju tempat yang kemudian disebut Gelar Anyar, Nyi Mas Syarifah Didoh melukiskan kondisi tempat tersebut saat itu :

“ Enjingna enjing majeng dugika walungan Cianjur, sisina raraos pisan lalinduh ariuh, malih nembe mendakan tempat anu sarupi kitu , didinya anjeunna ngagelar dina tempat anu anyar. Eta tempat ayeuna katelah Gelar Anyar. “ ( Besoknya pagi pagi sekali, mereka beranjak menuju sungai Cianjur. Ditepi sungai itu begitu teduh, enak untuk ditempati maka kemudian tempat itu dinamai Gelar Anyar).

Dalem Wiratanu II kemudian mandi disungai Cianjur, tepatnya dekat sungai Goong. Dan seusai mandi, Wiratanu II kemudian berjemur, yang dalam bahasa Sunda disebut Moyan, maka kemudian tempat tersebut disebut Pamoyanan. Di Pamoyanan inilah Dalem Wiratanu II membuka perkampungan bersama adik-adik dan rombongannya, Nyi Mas Syarifah Didoh melukiskannya sebagai berikut :

“ Nya didinya di Pamoyanan, Dalem teras ngababakan ngadamel keprabon. Para saderek, para somah pangiring sadayana dokdak nuaran tangkal kai anu arageung, kai Huru kai Dapung, kai Manglid, Kihiang sareng Rasamala. Tidinya pisan Dalem ngawitan ngabangun Dayeuh, ( Disitulah di Pamoyanan Kanjeng Dalem membangun kota dan pendopo. Saudara- saudaranya juga membantu membangun pusat kota dari berbagai pohon, seperti pohon Manglid, Ki Dapung, Ki Hiang, Rasamala dan Ki Huru).

Rieza.D. Dienaputra menjelaskan bahwa pada masa awal berdirinya kabupaten Cianjur, ibu kotanya berada di kampung Pamoyanan. Dan sebagai pemimpin Cianjur Rd. Aria Wiratanu II diangkat dua kali yakni 1. Menggantikan ayahnya yakni Dalem Cikundul sebagai Dalem mandiri pada tahun 1691. Hal tersebut tertuang dalam surat de Haan yang berbunyi, “ ...dat in 1691 of zeer kort daar voor een Ngabehi Wira Tanu, Hoofd te Cianjur, meerderjarig en bekwaam om zelf te besturen was geworden,” yang artinya Pada tahun 1691 Ngabehi Wira Tanu sudah dewasa serta cakap untuk memimpin pemerintahan,”. 2. Wira Tanu II adalah Bupati Cianjur pertama yang diangkat Belanda sebagai Regent, wilayah kerja Regent disebut Regentschap atau Kabupaten.




(Dilokasi kini berdiri Gedung Pertemuan Bale Rancage yang terletak didekat kantor Kecamatan Cianjur di Jln. Siliwangi, pada masa Bupati Cianjur Rd. Aria Wiratanu II/ Rd. Wiramanggala pernah dibangun Pendopo Bupati Cianjur berupa rumah panggung dari kayu sebelum kemudian dipindahkan ke lokasi Pendopo Bupati Cianjur sekarang oleh Bupati Cianjur RA. Wiratanu III / Dalem Dicondre.)


Rd. Wiramanggala / Rd. Aria Wiratanu II gemar sekali berkebun, dan bertani berbaur dengan rakyatnya. Ia meninggal pada tahun 1707 meninggalkan 14 anak. Rd. Aria Wiratanu II dimakamkan di kampung Pamoyanan Tonggoh Kelurahan Pamoyanan Kec. Cianjur Kab. Cianjur. Ia juga disebut Dalem Tarikolot karena setelah ia wafat kampung Pamoyanan sudah menjadi kota tua yang dalam bahasa Sunda disebut “ Narikolot”, perkembagan sebagai ibu kota Cianjur sudah tertinggal dengan perkembangan kampung Cianjur yang letaknya tidak jauh dari Pendopo Bupati Cianjur sekarang, saat itu Cianjur diperintah Bupati Rd. Aria Wiratanu III / Rd. Astramanggala (1707-1726) putra sulungnya.

Sumber:

Cianjur dari Masa ke Masa ( Fakta Sejarah dan Cerita Rakyat ) | Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur. 2020


Penyusun:

R. Luki Muharam, SST


Editor :

R. Pepet Djohar

Dr. Dadang Ahmad Fajar,

M.Ag Memet Muhammad Thohir

×
Berita Terbaru Update