Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Cianjur Nomor Urut 1, Herman Suherman dan Muhammad Solih Ibang, resmi mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada Rabu (8/1/2025), kuasa hukum mereka, Heriyanto, mengungkapkan sejumlah dugaan pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan Pilkada Cianjur 2024.
Dilansir laman resmi Mahkamah Konstitusi, Sidang perkara dengan Nomor 200/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah di Gedung I MK. Dalam permohonannya, Pemohon menyoroti dugaan manipulasi daftar hadir di tujuh kecamatan di Kabupaten Cianjur.
Dugaan Manipulasi Daftar Hadir
Heriyanto menyampaikan bahwa manipulasi tersebut melibatkan tanda tangan pemilih di daftar hadir yang tidak sesuai. Ia memaparkan, tanda tangan dalam daftar hadir TPS ditemukan tanpa tanda tangan pemilih yang sah, beberapa hanya berupa tulisan nama, dan bahkan tanda tangan serupa ditemukan di daftar pemilih yang berbeda.
“Dugaan manipulasi ini dapat dibuktikan dengan membandingkan tanda tangan di daftar hadir dengan tanda tangan di KTP pemilih. Hal ini menimbulkan keraguan atas kebenaran pemilih menggunakan hak pilihnya,” ujar Heriyanto di persidangan.
Pengelompokan TPS Menyulitkan Pemilih
Selain itu, Pemohon juga mempersoalkan adanya regrouping atau pengelompokan ulang tempat pemungutan suara (TPS). Jumlah TPS pada Pilkada berkurang drastis dibandingkan Pemilihan Presiden dan Legislatif (Pilpres dan Pileg). Dari sebelumnya 7.278 TPS menjadi 4.054 TPS, dengan jumlah pemilih per TPS meningkat dari 300 menjadi 600 orang.
“Perubahan ini membutuhkan sosialisasi kepada pemilih. Namun, banyak pemilih tidak mengetahui lokasi TPS mereka pada hari pemungutan suara, sehingga banyak yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya,” jelas Heriyanto.
Pemilih Tidak Berhak dan Perbedaan Data
Dalam dalil lainnya, Pemohon mengungkapkan adanya pemilih yang tidak berhak mencoblos, termasuk pemilih yang telah meninggal dunia tetapi tetap tercantum dalam daftar hadir. “Kami memiliki bukti bahwa tanda tangan pemilih yang sudah meninggal dunia masih ada dalam daftar hadir di TPS,” tambah Heriyanto.
Selain itu, format daftar hadir yang hanya mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tanpa nomor kartu keluarga (KK) dan RW dinilai berpotensi membuat syarat sebagai pemilih tidak terpenuhi. Pemohon juga menemukan perbedaan antara data penduduk dari Dukcapil dan Daftar Pemilih Tetap (DPT), yang menurut mereka menunjukkan DPT Pilkada melebihi jumlah penduduk.
Petitum dan Tuntutan
Berdasarkan dugaan pelanggaran tersebut, Pemohon meminta Mahkamah membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cianjur Nomor 2295 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pilkada Cianjur. Selain itu, mereka juga meminta agar MK memerintahkan KPU Kabupaten Cianjur melakukan pemungutan suara ulang di 32 kecamatan.
“Mohon agar Mahkamah memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh kecamatan dalam Pilkada 2024,” ujar Heriyanto.
Tanggapan Majelis Hakim
Menanggapi permohonan ini, Majelis Hakim Panel memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cianjur, sebagai Termohon, untuk menyiapkan jawaban atas gugatan tersebut dalam sidang berikutnya. Selain itu, Pihak Terkait, yaitu Paslon Nomor Urut 2 Muhammad Wahyu Ferdian dan Ramzi, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga diminta memberikan tanggapan.
“Persiapkan jawaban atas dalil-dalil yang dipersoalkan oleh Pemohon untuk disampaikan pada sidang selanjutnya,” ujar Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo.
Sidang lanjutan PHPU Pilkada Cianjur ini dijadwalkan akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan. Perkara ini menjadi sorotan karena dugaan pelanggaran yang diungkapkan Pemohon dapat berdampak signifikan terhadap hasil Pilkada Cianjur 2024.