Wartawan Indonesia mengelilingi Nick Amman, wakil presiden kebijakan global Apple, di Kementerian Perindustrian di Jakarta, 7 Januari 2025. |
Raksasa teknologi itu mengusulkan pembangunan pabrik aksesori dan bukan pabrik komponen ponselnya.
Usulan investasi Apple sebesar $1 miliar untuk mendirikan pabrik AirTag di Indonesia gagal meyakinkan pemerintah Indonesia, yang tetap mempertahankan larangan terhadap iPhone 16 di pasar ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.
Dengan populasi lebih dari 270 juta orang dan kelas menengah yang terus berkembang, Indonesia adalah salah satu pasar ponsel terbesar di Asia Tenggara. Namun, tawaran terbaru Apple untuk membangun pabrik di Batam—yang rencananya akan memasok 65% pasar global untuk pelacak Bluetooth tersebut—dianggap tidak memenuhi syarat oleh pemerintah Indonesia.
Mengapa Indonesia menolak
Peraturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Indonesia yang diterbitkan pada 2017 mewajibkan 40% smartphone yang dijual di negara ini harus diproduksi menggunakan komponen yang bersumber secara lokal atau diproduksi di dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor, mengembangkan manufaktur domestik, dan mendorong transfer teknologi.
Pabrik AirTag yang diusulkan Apple tidak memenuhi kriteria ini karena AirTags adalah aksesori, bukan komponen smartphone, kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
"Saya tegaskan lagi, AirTags yang akan diproduksi oleh ICT (Information and Communication Technology) itu bukan komponen langsung dari HKT (Handphone, Komputer, dan Tablet). Jadi kalau kita lihat, dari aturannya, belum bisa atau belum boleh, tidak bisa, tidak ada dasarnya bagi Kemenperin (Kementerian Perindustrian) untuk bisa mengeluarkan sertifikasi TKDN, dalam rangka Apple bisa memiliki izin edar di Indonesia” kata Gumiwang dalam konferensi pers di Jakarta.
Dalam situsnya, Apple menjelaskan AirTags sebagai perangkat yang bisa dipasang pada kunci atau dimasukkan ke dalam tas ransel untuk dilacak melalui aplikasi Find My.
Pendekatan Apple ini berbeda dengan pesaing-pesaing seperti Samsung, Oppo, dan Xiaomi, yang telah mendirikan fasilitas manufaktur lokal untuk mematuhi peraturan Indonesia. Honor, yang merupakan anak perusahaan dari raksasa telekomunikasi China, Huawei, juga kembali ke Indonesia minggu ini setelah beberapa waktu absen.
Investasi Apple: Terlalu kecil untuk pasar sebesar Indonesia?
Awal minggu ini, Nick Amman, wakil presiden kebijakan global Apple bertemu dengan pejabat Indonesia untuk membahas rencana investasi $1 miliar untuk pabrik di Batam. Pabrik tersebut dijadwalkan untuk mulai beroperasi pada 2026. Namun, kritik berpendapat bahwa fokus Apple pada AirTags, daripada komponen smartphone, tidak memenuhi harapan.
Aryo Meidianto Aji, konsultan senior dan analis pasar smartphone di Reasense Research, mengatakan bahwa langkah ini lebih sebagai taktik untuk mendapatkan kelonggaran regulasi.
“Ini sih akal-akalan mereka saja, yang diminta itu kan komponen lokal dalam sebuah smart phone yang dijual di dalam negeri,” kata dia kepada BenarNews.
Beberapa contoh komponen dasar sebuah ponsel pintar antara lain kabel data, adaptor, kardus, charger dan buku manual.
“Yang paling untung ketika mereka jadi dirikan pabrik di sini itu ya vendor lokal, dan alih teknologi juga, kita bisa belajar bikin fast charging bagaimana, adapter 100 watt bagaimana, komponen apa saja kan ada alih teknologi,” kata dia.
Herry Setiadi Wibowo, analis teknologi lainnya, setuju.
Kalau tidak mau, ya keluar saja dari pasar Indonesia. Indonesia tidak butuh Apple kok. Apple-lah yang butuh Indonesia,” kata Herry.
Menurut dia selama ini Apple banyak diberikan kemudahan.
“Jadi, bagi saya, ini momen tepat untuk regulator sekalian saja berubah sikap memperlakukan Apple sama dengan produsen ponsel lain. Yaitu, mereka wajib menempuh TKDN manufaktur.
Indonesia adalah pasar utama untuk smartphone, namun juga sangat kompetitif. Merek-merek China seperti Oppo, Vivo, dan Xiaomi mendominasi dengan menawarkan pilihan yang terjangkau dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Bahkan Samsung, pesaing global, memiliki kehadiran yang kuat berkat operasi manufaktur lokalnya.
Sementara itu, negara-negara tetangga Indonesia, seperti Vietnam, telah menjadi pusat bagi rantai pasokan global. Apple telah membangun jaringan produksi di sana, termasuk fasilitas untuk iPhone dan produk bernilai tinggi lainnya.
Hambatan struktural untuk investasi
Sementara Apple menghadapi tantangan dalam mempertahankan posisinya, para kritikus mengatakan bahwa kebijakan ketat Indonesia bisa saja merugikan investasi asing. Laporan investasi 2024 dari Kamar Dagang Amerika di Indonesia mencatat bahwa aturan TKDN yang wajib dan persyaratan joint venture telah menghalangi investasi besar.
"Jika kita ingin meningkatkan iklim investasi di Indonesia, syarat TKDN adalah sesuatu yang benar-benar perlu dikurangi," kata Lydia Ruddy, direktur eksekutif AmCham Indonesia, yang dikutip media lokal pada bulan November. "Ini sangat menantang bagi perusahaan mana pun, terutama bagi sebagian besar perusahaan yang merupakan bagian dari rantai pasokan global."
Proses perizinan yang rumit, peraturan yang tidak konsisten, dan infrastruktur yang kurang berkembang sering kali menjadikan Indonesia kurang menarik dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, kata Josua Pardede, kepala ekonom di Permata Bank.
“Biaya investasi di Indonesia, termasuk peraturan dan perizinan, sering dianggap lebih rumit dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam atau Malaysia,” ujarnya.
“Beberapa investor besar masih percaya bahwa infrastruktur Indonesia secara keseluruhan masih kurang dari yang dimiliki negara pesaing. Meskipun populasinya besar, Indonesia masih memiliki sedikit daya beli untuk produk premium, sedangkan Vietnam memiliki akses lebih dekat ke pasar besar seperti Tiongkok,” katanya.
Indonesia dapat memanfaatkan momentum proyek seperti ini untuk meningkatkan daya saingnya. Investasi ini dapat memicu investasi teknologi lainnya jika dikelola dengan baik. “Indonesia masih perlu memperbaiki infrastruktur, ekosistem industri, dan regulasi, seperti yang ditunjukkan oleh nilai investasi yang lebih kecil dibandingkan Vietnam,” kata dia.
Sentimen Konsumen
Bagi Prajna Paramita, 34, seorang pengguna iPhone setia, smartphone terbaru Apple tetap layak untuk ditunggu.
“Ya kesal. Kenapa baru sekarang dan heboh banget soal iPhone,” kata dia yang sudah menanti iPhone 16 sejak lama.
Wanita yang kerap berganti iPhone keluaran terbaru tiap tahunnya ini berharap segera tercapai titik tengah antara pemerintah dengan Apple.
"Karena ini bukan masalah gengsi, lebih ke ekosistem dan user experience aja," ujar dia.
Sementara itu, menurut pengguna ponsel pintar lainnya, Trilasto Nugroho, 32, kebutuhan masyarakat akan teknologi masih bisa diakomodir dengan handphone Android.
“Ya biasa saja kalau tidak ada iPhone. Selain harganya nggak masuk di kantong. Lagipula pengguna Android juga butuh penyesuaian lagi kalau berganti ke iPhone,” ujar dia.
Sumber: Benar News