Raden Wiradimanggala, yang lebih dikenal dengan gelar Dalem Aria Cikondang, merupakan salah satu putra dari Dalem Cikundul. Ia juga merupakan adik kandung Raden Aria Wira Tanu II, Bupati Cianjur yang menjabat pada tahun 1691-1707. Hingga kini, kematian Dalem Aria Cikondang masih menjadi misteri karena tidak ada dokumen primer yang dapat dijadikan bukti.
Makam Dalem Aria Cikondang terletak di dekat Sungai Cikondang, Kecamatan Cibeber, Cianjur. Makam ini terdiri dari dua lokasi terpisah: makam bagian kepala berada di Gunung Wesi, sedangkan makam bagian badannya berada di tengah sawah yang tidak jauh dari Sungai Cikondang.
KH. Maksum Mukhtar (54), sesepuh Pondok Pesantren Al Muhtariyah yang berlokasi di Kampung Cisalak Hilir, RT 04/RW 06, Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Cianjur, adalah salah seorang keturunan Dalem Aria Cikondang. Beliau memegang silsilah keluarga yang ditulis seadanya. Menurut KH. Maksum, Dalem Aria Cikondang yang bernama kecil Raden Natamanggala adalah seorang pejuang yang bergerak sendiri melawan penjajah Belanda hingga ke daerah Limbangan.
Setelah tertangkap, ia dihukum mati oleh regu tembak. Namun, tidak ada satu peluru pun yang mampu melukainya, karena Dalem Aria Cikondang memiliki ajian Pancasona yang membuatnya kebal terhadap senjata api dan senjata tajam, sebuah kemampuan yang umum dimiliki oleh kalangan bangsawan pada masa kerajaan. Akhirnya, Dalem Aria Cikondang dibunuh dengan cara tragis. Tubuhnya yang tergantung di atas Sungai Cikondang ditarik oleh beberapa ekor kuda secara berlawanan arah hingga terbelah dua.
Menurut silsilah yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Al Muhtariyah, Dalem Aria Cikondang bin Dalem Cikundul memiliki seorang putra bernama Raden Haji Saimar, yang menjadi lurah di Cibeber. Raden Haji Saimar lebih dikenal dengan sebutan Lurah Pajogogan, yang berarti lurah yang dihormati dan selalu didatangi untuk dimintai nasihat.
Lurah Pajogogan menikah dengan Hajjah Aisyah, putri dari Dalem Aria Kidul bin Dalem Cikundul. Dari pernikahan ini lahir ulama-ulama yang kemudian mendirikan pesantren Belengbeng di Cibeber, Cianjur. Keturunan tersebut adalah Mama Haji Amin yang berputra Mama Haji Zakaria, yang kemudian berputra Aang Syarif, yang berputra Ustad Kholid.
Setelah Hajjah Aisyah wafat, Lurah Pajogogan menikah dengan Hajjah Fatimah, adik kandung istri pertamanya. Dari pernikahan ini lahir Raden Ule (Uyut Ule), Raden Hanan (Uyut Hanan), Hajjah Fatimah, dan Mayeung Oyi. Uyut Ule memiliki putra bernama Uyut Say'an/Uyut Ian yang menikah dengan Haji Sulaeman pada tahun 1848. Dari pernikahan ini lahir KH. Muhtar Toha, pendiri Pondok Pesantren Al Muhtariyah.
KH. Muhtar Toha memiliki beberapa putra dan putri, yaitu Yaya, Yoyoh (Hajjah Syamsiah), Ustad Jajun Jaenuddin, Ustad Mamun Nawawi, dan KH. Maksum Mukhtar (Aang), yang saat ini (tahun 2018) menjadi sesepuh Pondok Pesantren Al Muhtariyah di Kampung Cisalak Hilir, RT 04/RW 06, Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Cianjur.
Sumber:
Cianjur dari Masa ke Masa ( Fakta Sejarah dan Cerita Rakyat ) | Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur. 2020
Penyusun:
R. Luki Muharam, SST
Editor :
R. Pepet Djohar
Dr. Dadang Ahmad Fajar,
M.Ag Memet Muhammad Thohir