Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan sengketa hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur 2024 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1, Herman Suherman dan Muhammad Solih Ibang. Putusan ini dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK pada Rabu malam (5/2/2025).
Tidak Memenuhi Ambang Batas Selisih Suara
Ketua MK, Suhartoyo, dalam pembacaan putusan menyatakan bahwa permohonan yang diajukan Pemohon tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat ambang batas selisih perolehan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Berdasarkan aturan tersebut, ambang batas selisih suara yang diperbolehkan untuk mengajukan gugatan adalah 0,5 persen dari total suara sah, atau setara dengan 5.338 suara. Namun, dalam hasil Pilkada Cianjur 2024, pasangan Herman-Ibang memperoleh 417.774 suara, sementara pasangan calon nomor urut 2, Muhammad Wahyu Ferdian dan Ramzi, meraih 442.321 suara.
Dengan selisih 24.547 suara atau sekitar 2,3 persen, gugatan Herman-Ibang dinilai tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut. Majelis Hakim Konstitusi pun menyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.
Tidak Ditemukan Kejadian Khusus
Selain alasan ambang batas selisih suara, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menambahkan bahwa Mahkamah tidak menemukan kondisi kejadian khusus yang dapat menjadi dasar untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158.
“Menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” ujar Guntur Hamzah.
Dugaan Kecurangan yang Diajukan Pemohon
Dalam permohonannya, Herman-Ibang mengajukan beberapa dalil terkait dugaan kecurangan selama Pilkada Cianjur 2024. Mereka menduga adanya manipulasi daftar hadir di tujuh kecamatan, serta praktik regrouping atau pengelompokan ulang Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berbeda dari Pilpres dan Pileg.
Selain itu, Pemohon juga menyoroti dugaan pemilih yang tidak berhak ikut mencoblos, termasuk kasus di mana pemilih yang telah meninggal dunia namun tetap tercatat dalam daftar hadir.
Dengan berbagai temuan tersebut, pasangan Herman-Ibang meminta MK untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Cianjur Nomor 2295 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Cianjur 2024. Mereka juga menuntut agar MK memerintahkan pemungutan suara ulang di 32 kecamatan se-Kabupaten Cianjur.
Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat
Dengan putusan ini, sengketa Pilkada Cianjur 2024 resmi berakhir, dan pasangan Muhammad Wahyu Ferdian-Ramzi tetap dinyatakan sebagai pemenang. Keputusan MK ini bersifat final dan mengikat, sehingga tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh oleh Pemohon.
Meski demikian, kubu Herman-Ibang masih memiliki opsi untuk mengawal jalannya pemerintahan ke depan melalui jalur politik dan konstitusional lainnya. Sementara itu, pasangan pemenang diharapkan dapat segera menjalankan roda pemerintahan dan mewujudkan janji-janji kampanye mereka untuk masyarakat Cianjur.