-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Papajar: Tradisi Khas Masyarakat Sunda Menyambut Ramadhan

Rabu, 26 Februari 2025 | 12.14 WIB | 0 Views Last Updated 2025-02-26T05:14:03Z
Foto: Ilustrasi


Menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat Sunda di Jawa Barat memiliki tradisi unik yang dikenal dengan sebutan Papajar. Tradisi ini telah berlangsung sejak lama dan menjadi bagian dari persiapan spiritual serta sosial dalam menyambut bulan penuh berkah.

Papajar dilakukan sekitar 1-2 minggu sebelum Ramadhan tiba. Berbagai kegiatan dilakukan dalam tradisi ini, mulai dari berkumpul bersama keluarga dan kerabat, makan bersama (botram), berwisata, ziarah ke makam leluhur, membersihkan lingkungan, saling bermaafan, hingga berdoa bersama. Tradisi ini bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi juga mencerminkan nilai kebersamaan dan gotong royong yang kuat dalam budaya Sunda.


Sejarah dan Asal-Usul Tradisi Papajar

Tradisi Papajar konon sudah ada sejak abad ke-16 di wilayah Tatar Sunda. Namun, praktik ini mulai populer dan menyebar luas sekitar tahun 1980-an. Awalnya, Papajar bukanlah kegiatan rekreasi seperti sekarang, melainkan kebiasaan menunggu pengumuman awal Ramadhan di masjid.

Pada masa kepemimpinan Wiratanudatar II (Dalem Tarikolot) di Cianjur (1691-1707), masyarakat berkumpul di Masjid Agung Cianjur untuk mendengar pengumuman resmi mengenai awal puasa. Mereka menunggu keputusan ulama dan pemerintah sambil saling bermaafan dan makan bersama.

Seiring berjalannya waktu, kebiasaan ini mulai berkembang. Masyarakat tidak hanya berkumpul di masjid, tetapi juga berziarah ke makam leluhur atau berkunjung ke tempat-tempat tertentu untuk menikmati kebersamaan sebelum Ramadhan tiba.

Pada tahun 1724, di bawah kepemimpinan Wiratanudatar III, wilayah Cianjur berkembang pesat hingga mencakup Sukabumi, sebagian Bogor, dan wilayah pesisir selatan Jawa Barat. Akibatnya, tradisi Papajar pun ikut menyebar ke berbagai daerah tersebut.

Setelah sempat meredup, tradisi Papajar kembali populer pada tahun 1980-an. Masyarakat mulai menjadikan piknik bersama keluarga, teman sekolah, atau rekan kerja sebagai bagian dari Papajar. Sejak saat itu, Papajar semakin luas dikenal dan menjadi bagian penting dari budaya Sunda dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Kini, tradisi ini banyak dilakukan di berbagai daerah seperti Sukabumi, Padalarang, Purwakarta, serta wilayah perbatasan Bandung Barat dengan Cianjur.


Makna dan Nilai Budaya dalam Papajar

Secara etimologi, Papajar berasal dari kata "mapag pajar" dalam bahasa Sunda, yang berarti "menjemput fajar". Fajar yang dimaksud di sini adalah fajar awal Ramadhan atau sinar keberkahan yang datang bersama bulan suci.

Lebih dari sekadar tradisi, Papajar memiliki makna yang dalam bagi masyarakat Sunda. Kegiatan seperti bersilaturahmi, makan bersama, berziarah, dan berdoa menjadi sarana untuk membersihkan hati, mempererat hubungan sosial, dan membangun kesiapan mental serta spiritual dalam menyambut Ramadhan.


Papajar juga mencerminkan nilai-nilai penting dalam budaya Sunda, seperti:

1. Gotong royong dalam membersihkan lingkungan dan berbagi makanan

2. Silaturahmi untuk mempererat hubungan keluarga dan kerabat

3. Keharmonisan dalam menikmati kebersamaan dengan cara yang sederhana

4. Nilai spiritual melalui doa bersama dan ziarah ke makam leluhur



Papajar di Era Modern

Di era modern, Papajar tetap lestari meski mengalami beberapa perubahan. Jika dahulu masyarakat lebih banyak berkumpul di masjid atau rumah keluarga, kini Papajar sering dilakukan dalam bentuk rekreasi keluarga ke tempat-tempat wisata seperti pantai, pegunungan, atau taman kota.

Namun, esensi dari tradisi ini tetap sama: menyambut bulan Ramadhan dengan kebersamaan, kebahagiaan, dan kesiapan batin. Meskipun ada yang mengkritik bahwa Papajar modern cenderung lebih bersifat rekreasi daripada refleksi spiritual, tetap saja tradisi ini menjadi bagian dari cara masyarakat Sunda dalam menyambut bulan suci.


Kesimpulan

Papajar adalah tradisi khas masyarakat Sunda yang memiliki akar budaya dan sejarah panjang. Dari sekadar menunggu pengumuman awal puasa di masjid, kini Papajar berkembang menjadi tradisi yang lebih luas, mencakup silaturahmi, botram, ziarah, hingga rekreasi bersama keluarga.

Dengan tetap menjaga nilai-nilai utama dalam tradisi ini, Papajar bukan hanya menjadi bentuk kegembiraan dalam menyambut Ramadhan, tetapi juga sarana mempererat hubungan sosial dan memperkuat spiritualitas.

Bagi masyarakat Sunda, Ramadhan bukan hanya bulan ibadah, tetapi juga bulan kebersamaan dan keberkahan—dan Papajar adalah bagian dari cara mereka menyambutnya.

Apakah di daerah wargi masih ada tradisi Papajar? Bagikan pengalaman wargi di kolom komentar!




×
Berita Terbaru Update