![]() |
Foto: Dok. Polda Metro Jaya |
Dalam operasi yang dilakukan, polisi berhasil menangkap empat pelaku, salah satunya mengaku sebagai "Jenderal Muda Sunda Archipelago". Dari tangan para pelaku, polisi menyita berbagai barang bukti, termasuk mesin pencetak dokumen palsu yang digunakan untuk memproduksi dokumen ilegal tersebut.
Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, mengungkapkan bahwa dokumen yang dibuat oleh kelompok ini menyerupai dokumen resmi negara. Namun, terdapat perbedaan kecil pada bagian tulisan yang biasanya mencantumkan nama Polri, Kementerian, atau Republik Indonesia. Sebagai gantinya, kelompok ini memberikan cap bertuliskan "Kerajaan Sunda Nusantara Archipelago", sehingga tampak legal dan berpotensi menipu masyarakat yang kurang teliti.
“Kami masih melakukan pengembangan penyelidikan terhadap jaringan ini, dan mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap dokumen yang beredar di pasaran,” kata AKP Tono Listianto.
Bukan Kasus Pertama
Aktivitas kelompok Sunda Nusantara bukan pertama kali terungkap. Pada Mei 2021, kelompok ini sempat menghebohkan publik setelah seorang pria bernama Rusdi Karepesina ditangkap di Tol Cawang, Jakarta. Ia kedapatan mengendarai Mitsubishi Pajero Sport dengan pelat nomor SN 45 RSD yang diterbitkan oleh Kekaisaran Sunda Nusantara.
Tak hanya itu, Rusdi juga memiliki SIM dan STNK palsu yang dikeluarkan oleh kelompoknya. Ia mengaku sebagai "Jenderal Tentara Negara Kekaisaran Sunda Nusantara" dan mengklaim bahwa ia diperintahkan oleh pimpinannya untuk menggunakan pelat nomor tersebut sebagai "uji coba fakta hukum”.
Akibat tindakannya, kendaraan yang digunakan Rusdi disita oleh pihak berwenang. Ia kemudian dikenakan tiga pasal dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) atas penggunaan dokumen kendaraan yang tidak sah.
Aktivitas kelompok Sunda Nusantara bukan pertama kali terungkap. Pada Mei 2021, kelompok ini sempat menghebohkan publik setelah seorang pria bernama Rusdi Karepesina ditangkap di Tol Cawang, Jakarta. Ia kedapatan mengendarai Mitsubishi Pajero Sport dengan pelat nomor SN 45 RSD yang diterbitkan oleh Kekaisaran Sunda Nusantara.
Tak hanya itu, Rusdi juga memiliki SIM dan STNK palsu yang dikeluarkan oleh kelompoknya. Ia mengaku sebagai "Jenderal Tentara Negara Kekaisaran Sunda Nusantara" dan mengklaim bahwa ia diperintahkan oleh pimpinannya untuk menggunakan pelat nomor tersebut sebagai "uji coba fakta hukum”.
Akibat tindakannya, kendaraan yang digunakan Rusdi disita oleh pihak berwenang. Ia kemudian dikenakan tiga pasal dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) atas penggunaan dokumen kendaraan yang tidak sah.
Profil Kelompok Sunda Nusantara
Kelompok Sunda Nusantara atau Sunda Archipelago merupakan organisasi yang mengklaim diri sebagai sebuah kekaisaran yang berdiri sendiri di dalam wilayah Indonesia. Mereka meyakini bahwa negara yang mereka dirikan memiliki legitimasi hukum dan pemerintahan tersendiri, terpisah dari Republik Indonesia.
Pada 2011, kelompok ini sempat bermarkas di Katulampa, Bogor Timur, sebelum akhirnya bubar akibat perpecahan internal. Namun, mereka kembali aktif pada akhir 2018 dengan tujuan yang sama, yaitu mengklaim sebagai entitas berdaulat di dalam wilayah Indonesia.
Untuk mendukung klaimnya, kelompok ini menerbitkan berbagai dokumen seperti STNK, SIM, dan KTP yang menyerupai dokumen resmi negara. Beberapa anggota kelompok bahkan menyebut diri mereka sebagai jenderal kekaisaran dan mengklaim memiliki kewenangan setara dengan aparat negara. Mereka juga menggunakan simbol dan cap sendiri pada dokumen yang diterbitkan, sehingga banyak masyarakat yang tertipu.
Dalam struktur organisasinya, kelompok ini memiliki hierarki kepemimpinan layaknya sebuah pemerintahan. Terdapat posisi Jenderal Muda, Sekretaris Jenderal, hingga Menteri Senior yang bertanggung jawab atas berbagai aspek pemerintahan mereka.
Selain aktivitas pemalsuan dokumen, kelompok ini juga berupaya menarik anggota dengan menjanjikan status khusus bagi mereka yang mengakui keberadaan Kekaisaran Sunda Nusantara. Beberapa anggotanya bahkan berani menentang hukum Indonesia dengan melakukan aksi provokatif.
Kelompok Sunda Nusantara atau Sunda Archipelago merupakan organisasi yang mengklaim diri sebagai sebuah kekaisaran yang berdiri sendiri di dalam wilayah Indonesia. Mereka meyakini bahwa negara yang mereka dirikan memiliki legitimasi hukum dan pemerintahan tersendiri, terpisah dari Republik Indonesia.
Pada 2011, kelompok ini sempat bermarkas di Katulampa, Bogor Timur, sebelum akhirnya bubar akibat perpecahan internal. Namun, mereka kembali aktif pada akhir 2018 dengan tujuan yang sama, yaitu mengklaim sebagai entitas berdaulat di dalam wilayah Indonesia.
Untuk mendukung klaimnya, kelompok ini menerbitkan berbagai dokumen seperti STNK, SIM, dan KTP yang menyerupai dokumen resmi negara. Beberapa anggota kelompok bahkan menyebut diri mereka sebagai jenderal kekaisaran dan mengklaim memiliki kewenangan setara dengan aparat negara. Mereka juga menggunakan simbol dan cap sendiri pada dokumen yang diterbitkan, sehingga banyak masyarakat yang tertipu.
Dalam struktur organisasinya, kelompok ini memiliki hierarki kepemimpinan layaknya sebuah pemerintahan. Terdapat posisi Jenderal Muda, Sekretaris Jenderal, hingga Menteri Senior yang bertanggung jawab atas berbagai aspek pemerintahan mereka.
Selain aktivitas pemalsuan dokumen, kelompok ini juga berupaya menarik anggota dengan menjanjikan status khusus bagi mereka yang mengakui keberadaan Kekaisaran Sunda Nusantara. Beberapa anggotanya bahkan berani menentang hukum Indonesia dengan melakukan aksi provokatif.
Surat Ancaman kepada Polres Cianjur
Kasus terbaru yang melibatkan kelompok ini semakin menarik perhatian publik setelah adanya surat ancaman yang dikirim kepada Polres Cianjur pada 11 Maret 2025. Dalam surat tersebut, kelompok Sunda Nusantara memprotes penangkapan empat anggotanya dan mengancam akan membubarkan Indonesia serta membom Jakarta jika para tersangka tidak segera dibebaskan.
Surat ancaman ini ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Sunda Archipelago dan ditembuskan ke berbagai pimpinan negara di dunia. Namun, salah satu tersangka yang disebut sebagai "Jenderal Muda Kekaisaran Sunda Nusantara" membantah terlibat dalam pengiriman surat tersebut.
Meski demikian, polisi tetap melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait asal-usul surat ancaman tersebut. “Mereka meminta Hasanudin yang merupakan pejabat kekaisaran dan tiga orang pelaku lainnya dibebaskan. Kalau tidak, federasi internasional akan membubarkan Indonesia dan membom Jakarta. Kami akan mendalami dan mengejar pelaku pengirim surat,” ujar AKP Tono Listianto.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka akan terus memantau aktivitas kelompok ini karena dianggap meresahkan masyarakat dan berpotensi membahayakan ketertiban umum. Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam menerima dokumen dari pihak yang tidak resmi dan segera melaporkan jika menemukan indikasi pemalsuan dokumen serupa.
Kasus terbaru yang melibatkan kelompok ini semakin menarik perhatian publik setelah adanya surat ancaman yang dikirim kepada Polres Cianjur pada 11 Maret 2025. Dalam surat tersebut, kelompok Sunda Nusantara memprotes penangkapan empat anggotanya dan mengancam akan membubarkan Indonesia serta membom Jakarta jika para tersangka tidak segera dibebaskan.
Surat ancaman ini ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Sunda Archipelago dan ditembuskan ke berbagai pimpinan negara di dunia. Namun, salah satu tersangka yang disebut sebagai "Jenderal Muda Kekaisaran Sunda Nusantara" membantah terlibat dalam pengiriman surat tersebut.
Meski demikian, polisi tetap melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait asal-usul surat ancaman tersebut. “Mereka meminta Hasanudin yang merupakan pejabat kekaisaran dan tiga orang pelaku lainnya dibebaskan. Kalau tidak, federasi internasional akan membubarkan Indonesia dan membom Jakarta. Kami akan mendalami dan mengejar pelaku pengirim surat,” ujar AKP Tono Listianto.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka akan terus memantau aktivitas kelompok ini karena dianggap meresahkan masyarakat dan berpotensi membahayakan ketertiban umum. Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam menerima dokumen dari pihak yang tidak resmi dan segera melaporkan jika menemukan indikasi pemalsuan dokumen serupa.