![]() |
Raden Aria Adipati Prawiradireja II diangkat menjadi Bupati Cianjur pada tanggal 24 Agustus 1864. Putra Dalem Pancaniti ini bernama kecil Raden Alibasahatau disebut juga Aom Marhum, dikenal sebagai Bupati Cianjur yang kaya raya dan bergaul luas dengan berbagai kalangan. Dalem Marhum memperoleh gelar Adipati pada tanggal 28 Maret 1879, sedangkan gelar Aria ia peroleh pada tanggal 24 April 1897. Kendati putra ketiga dari 19 bersaudara, Rd. Alibasah sudah dipersiapkan sebagai Bupati Cianjur oleh Dalem Pancaniti ayahnya.
Dalem Pancaniti mendidiknya dengan berbagai jabatan dipemerintahan sejak dipemerintahan kecamatan hingga ia kemudian menjadi Bupati Cianjur. Malah sejak usia sekolah dasar ditempatkan dirumah keluarga pembesar Belanda untuk belajar bahasa Belanda dan Inggris dan mempelajari kehidupan bangsa Eropa.
Pada masa pemerintahnya, rakyat Cianjur berada dalam kemakmuran seperti halnya saat jaman Bupati Cianjur Dalem Pancaniti. Pendapatan daerah Cianjur selain pertanian, juga sangat mengandalkan kopi yang sudah terkenal. Disamping kopi, penghasilan lainnya dari perkebunan teh sejak tahun 1879 yang dikelola swasta hingga mencapai 1 723 274 Kg. Ditambah dari perkebunan Kina sejak tahun 1885 hingga mencapai 32.779 Kg.
Bupati Cianjur ini sangat ketat memberikan ijin penguasaan lahan kepada fihak asing terutama kepada bangsa Eropa dan Cina. Dalem Marhum juga sangat dermawan, suatu saat ia mengeluarkan dana besar dari kekayaan sendiri untuk pemberantasan penyakit pes yang menyerang ternak petani.
Dalam membantu ia tidak pandang bulu, sejauh yang dibantunya untuk mencerdaskan bangsa, R.A.A Prawiradiredja II menjadi donatur utama dengan jumlah besar guna penerbitan koran “ Soenda Berita” yang dikelola priyayi Jawa bernamaTirto Adisuryo, Dalem Marhum juga sengaja menyewakan kantor koran ini didaerah Pasir Hayam. Koran ini giat sekali mengkritisi kebijakan pemerintahan penjajah Belanda dan menjadi suara para pejuang kemerdekaan tanah air.
Dalam menerapkan kebijakan, Dalem Marhum selalu menjunjung tinggi agama. Malah Bupati Cianjur ini belum pernah mengijinkan adanya pasar malam di Cianjur padahal dari segi pemasukan keuntungan sangat besar. Pasar Malam bagi Dalem Marhum lebih banyak negatifnya bagi warga, karena kerap terjadi kemaksiatan seperti minuman keras, perjudian dan pelacuran.
Dan sebagai Bupati yang memerintah paling lama di Priangan, Dalem Marhum sangat dihormati Bupati daerah lain, ia kerap diminta nasehatnya dan menjadi panutan dalam keberhasilan pembangunan daerah. Karena berbagai prestasinya, oleh pemerintahan kolonial Dalem Marhum dianugrahi Songsong Kuning yakni penghargaan tertinggi bagi kalangan pejabat pribumi maupun pejabat Belanda.
Malah Pangeran Arya Mataram dari Keraton Surakarta, di Jawa Tengah menyebutnya “ Ki Lurah” di Priangan yang artinya yang dihormati para Bupati didaerah Priangan. Namun akibat meletusnya gunung Gede, pada tahun 1864 Ibu kota kresidenan Priangan dipindahkan dari Cianjur ke Kabupaten Bandung. Kendati begitu Dalem Marhum tetap dijadikan tokoh bagi pejabat lainnya di Priangan.
Perhatian Dalem Marhum terhadap perkembangan Mamaos Cianjuran besar sekali, ialah yang pertama kali memperkenalkan Mamaos kepada umum. Setiap tamu penting yang berkunjung ke Cianjur selalu dihibur oleh Mamaos Cianjuran. Demikian juga bila berkunjung kedaerah lain, Dalem Marhum selalu membawa nayaga untuk menampilkan Mamaos di Pendopo-pendopo kabupaten yang dikunjunginya.
Salah seorang seniman Mamaos yang selalu menyertainya adalah Rd. Etje Madjid yang merupakan putra Rd. Haji Abdul Palil murid Mamaos Dalem Pancaniti.RAA. Prawiradiredja II berputra 4 orang yakni :
1. Rd. Prawiraningrat
2. Nyi Raden Ajeng Cicih Wiarsih.
3. Nyi Raden Ajeng Widarsih.
4. Raden Alibasah.
Namun tiga anak Dalem Marhum tidak berumur panjang, yang masih hidup dan memiliki kisah bersejarah bagi Cianjur adalah Rd. Ajeng Cicih Wiarsih yang dikenal luas dengan nama Juag Cicih.
Dirumah ini pula tersimpan peninggalan bupati Cianjur seperti keris Dalem Cikundul, keris Dalem Pancaniti, dsb yang masih terawat dengan baik).
Sumber:
Cianjur dari Masa ke Masa ( Fakta Sejarah dan Cerita Rakyat ) | Yayasan Dalem Aria Cikondang Cianjur. 2020
Penyusun:
R. Luki Muharam, SST
Editor :
R. Pepet Djohar
Dr. Dadang Ahmad Fajar,
M.Ag Memet Muhammad Thohir