-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Caina Herang Laukna Beunang: Filosofi Kepemimpinan dalam Menyelesaikan Konflik Tanpa Menyisakan Luka

Rabu, 23 April 2025 | 18.58 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-23T11:58:19Z
Oleh: Teras Muda Cianjur

Dalam kearifan lokal Sunda, terdapat sebuah peribahasa yang begitu kaya makna dan relevan dengan berbagai situasi kehidupan, terutama dalam kepemimpinan: "Caina herang laukna beunang." Secara harfiah berarti "airnya jernih, ikannya tertangkap." Namun lebih dari itu, ungkapan ini menggambarkan suatu kondisi ideal di mana sebuah tujuan tercapai tanpa merusak tatanan yang ada, tanpa menciptakan kekacauan atau merugikan pihak lain. Dalam konteks kepemimpinan, ini adalah filosofi yang patut dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah atau konflik.

Pemimpin Bukan Tukang Menang Sendiri

Sering kali, seorang pemimpin dihadapkan pada situasi penuh tekanan yang menuntut keputusan cepat. Namun sayangnya, tidak sedikit yang memilih jalan pintas: menyalahkan bawahan, mengorbankan satu pihak demi kenyamanan sementara, atau bahkan menggunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak. Kepemimpinan semacam ini mungkin menyelesaikan masalah di permukaan, namun meninggalkan luka, dendam, dan ketidakpercayaan di dalam organisasi.

Peribahasa "caina herang laukna beunang" mengajarkan bahwa keberhasilan sejati tidak harus dicapai dengan cara yang kasar atau merugikan orang lain. Seorang pemimpin yang bijak akan mencari jalan keluar yang elegan—masalah selesai, tapi hubungan tetap terjaga, dan semangat kebersamaan semakin menguat.

Menjadi Penjernih, Bukan Pengaduk

Dalam menghadapi konflik, seorang pemimpin idealnya menjadi penjernih air keruh, bukan malah ikut mengaduk hingga makin keruh. Ia hadir dengan keteduhan, bukan kemarahan. Ia bicara dengan kejelasan, bukan provokasi. Kepemimpinan seperti ini memerlukan kecerdasan emosional, kemampuan mendengar, serta keinginan tulus untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.

Pemimpin yang mampu menyelesaikan konflik tanpa menciptakan musuh baru adalah pemimpin yang layak mendapat tempat di hati masyarakat atau timnya. Ia tak hanya menyelesaikan persoalan, tapi juga membangun budaya damai yang sehat dan produktif.

Studi Kasus: Harmoni dalam Perbedaan

Bayangkan sebuah organisasi di mana terjadi konflik antar divisi karena pembagian anggaran. Seorang pemimpin yang berpikir jernih akan mengumpulkan semua pihak, mendengarkan keluhan mereka satu per satu, mencari titik temu, lalu merancang skema anggaran yang adil dan transparan. Ia tidak berpihak hanya karena kedekatan atau tekanan, tapi berpijak pada prinsip keadilan. Hasilnya? Masalah selesai, kepercayaan tumbuh, dan semua pihak merasa dihargai.

Penutup: Kepemimpinan yang Meninggalkan Jejak Baik

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, peribahasa Sunda ini mengingatkan kita bahwa keberhasilan tidak harus mengorbankan nilai-nilai luhur. "Caina herang laukna beunang" adalah simbol dari kepemimpinan yang penuh integritas, yang mampu menyelesaikan persoalan tanpa membuat keruh suasana.

Sudah saatnya kita mengedepankan pemimpin-pemimpin yang membawa kesejukan, bukan keributan. Yang membawa solusi, bukan sekadar perintah. Yang menjernihkan, bukan mengaburkan. Karena pada akhirnya, sejarah akan mencatat bukan hanya apa yang dicapai, tapi bagaimana cara mencapainya.
×
Berita Terbaru Update