Kasus dugaan manipulasi data pinjaman bank yang merugikan ratusan petani di Kabupaten Cianjur kini menjadi perhatian serius aparat kepolisian dan anggota DPR RI. Untuk mempercepat proses pengungkapan, Polres Cianjur membuka posko pengaduan di sejumlah wilayah, terutama di setiap kecamatan melalui jajaran Polsek.
Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, pada Senin (21/04), mengungkapkan bahwa jumlah petani yang menjadi korban terus bertambah dan diperkirakan telah melampaui 250 orang. Para petani tersebut mengaku terbebani tagihan pinjaman hingga mencapai Rp45 juta, meskipun merasa tidak pernah mengajukan maupun menerima bantuan permodalan dari bank.
“Diperkirakan jumlah petani yang menjadi korban manipulasi data pinjaman ke bank lebih dari 250 orang. Maka dari itu, kami akan membuka posko pengaduan di masing-masing kecamatan atau Polsek untuk memudahkan para korban membuat laporan,” ujar AKP Tono.
Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, pihaknya masih mempelajari laporan awal yang masuk. Namun, banyak di antara dokumen yang diserahkan oleh petani dinilai masih belum lengkap, sehingga penyelidikan belum bisa dilakukan secara menyeluruh.
“Kami akan segera lakukan penyelidikan dan pengembangan. Harapan kami, para korban yang melapor ke posko sudah membawa dokumen lengkap, agar prosesnya bisa lebih cepat,” tegas AKP Tono.
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi XI, Kamrussamad, turut menyoroti kasus ini. Ia menyatakan akan segera berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat guna memanggil pihak bank yang diduga mencairkan bantuan fiktif kepada para petani Cianjur. Termasuk di dalamnya adalah Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
“Kami akan berkoordinasi dengan OJK Jawa Barat untuk memanggil bank-bank yang mencairkan bantuan fiktif bagi para petani di Cianjur. Ini harus ditelusuri sampai tuntas,” kata Kamrussamad.
Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan para petani menjadi korban praktik curang yang mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.
“Petani harus mendapatkan kepastian hukum. Mereka mengaku tidak pernah menerima bantuan, tapi tiba-tiba dibebani cicilan pinjaman dan bunga yang besar. Ini bentuk ketidakadilan yang tidak bisa dibiarkan,” ujarnya.
Kamrussamad menambahkan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia juga mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas jaringan pelaku di balik dugaan manipulasi ini.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, dan diharapkan dapat segera diungkap dengan transparan agar hak-hak para petani yang menjadi korban bisa dikembalikan. Masyarakat pun diminta turut mengawasi proses hukum agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.